Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perbankan agresif menghimpun dana murah untuk menjaga margin agar tidak tertekan lebih dalam akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bank Indonesia, himpunan dana pihak ketiga perbankan per April 2020 tumbuh 8,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp5.883,4 triliun.
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh dana murah, yaitu giro yang tumbuh sebesar 16,5 persen yoy menjadi Rp1.469,8 triliun. Di samping itu, tabungan juga tercatat tumbuh 10,2 persen yoy menjadi Rp1.953,5 triliun.
Sementara, deposito mengalami perlambatan, yang tercatat tumbuh 2,4 persen yoy menjadi Rp2.541,1 triliun.
Chief Economist Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan karena kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkan kegiatan ekonomi terhenti berdampak pada kemampuan bayar debitur, sehingga bank harus melakukan restrukturisasi, baik berupa potongan bunga maupun penundaan angsuran.
Sementara di sisi lain, bank harus tetap membayar biaya dana kepada deposan. Oleh karenanya margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan dipastikan akan tergerus.
Untuk menjaga NIM agar tidak tertekan terlalu dalam, maka sebagian bank mengurangi porsi dana mahal, seperti deposito dan tabungan special rate.
"Bank sudah mulau mengurangi deposito dan tabungan crispy atau special rate. Tabungan [special rate] ini kan tidak real, makanya bank mulai sadar. Dana mahal mulai dibuang, bank mulai menghimpun dana murah melalui tabungan dan giro," katanya kepada Bisnis, Minggu (14/6/2020).
Ryan menjelaskan penambahan giro di perbankan juga dikarenakan tidak adanya aktivitas dunia usaha, yang mana pada dasarnya giro diperuntukkan dunia usaha, termasuk UMKM, untuk melakukan pembayaran.
"Ini situasi yang tidak kondusif, [pengurangan dana mahal] itu harus dilakukan tapi sifatnya sementara, tergantung kapan kegiatan ekonomi ke titik optimal," jelas Ryan.
Corporate Secretary PT Bank Sumut Syahdan Ridwan Siregar memproyeksikan himpunan dana masyarakat tahun ini tidak akan sekencang tahun lalu.
Meski demikian, perseroan akan terus berupaya memacu peningkatan rasio dana murah (current account saving account/CASA).
Langkah ini, kata Syahdan, sebagai upaya bank untuk menekan biaya bunga (cost of fund/CoF) di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Perseroan mencatat, per Mei 2020, rasio CASA terhadap total DPK sebesar 62,6 persen.
"Upaya kami menekan CoF yaitu selektif mengurangi dana mahal dengan alternatif dana ritel," katanya kepada Bisnis, Selasa (9/6/2020).
Strategi lainnya yang dilakukan perseroan dalam mendorong CASA adalah dengan digitalisasi, yaitu melalui layanan digital banking.
Syahdan mengutarakan sebagai dampak dari pandemi Covid-19, margin bank diperkirakan akan mengalami penurunan hingga akhir tahun. Di samping itu, penyaluran kredit bank diperkirakan akan mengalami perlambatan.
Penurunan margin bank mulai terlihat pada Mei 2020, di mana margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank tercatat turun dari 7,2 persen pada Desember 2019 menjadi 6,8 persen pada Mei 2020.
"Kami perkirakan masih akan akan turun hingga Desember 2020," tutur Syahdan.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga memacu peningkatan rasio dana murah di tengah perlambatan permintaan kredit.
Hanawijaya, Direktur Bisnis Ritel & Unit Usaha Syariah Bank Jateng, mengatakan perseroan saat ini berupaya mengurangi porsi dana mahal untuk menekan biaya bunga dan sejalan dengan perlambatan permintaan kredit di tengah pandemi Covid-19.
Perseroan mencatat, pencapaian himpunan dana pihak ketiga (DPK) hingga akhir Mei 2020 adalah senilai Rp56 triliun.
Hanawijaya mengatakan nilai DPK tersebut tercapai 102 persen dari target perseroan tahun ini yang senilai Rp55 triliun.
"Pertumbuhan DPK tersebut lebih banyak disebabkan oleh pencapaian giro dan tabungan yang tercapai sesuai target dan tumbuh cukup baik," katanya kepada Bisnis, Sabtu (13/6/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel