Penguatan Harga Minyak Terhenti Akibat Problem Covid-19 di China

Bisnis.com,17 Jun 2020, 13:20 WIB
Penulis: Dwi Nicken Tari
Warga mengantre lokasi sementara pengambilan sampel Covid-19 di Distrik Fengtai, Beijing, ibu kota China pada Senin 15 Juni 2020./Antara-Xinhua (Ren Chao)

Bisnis.com, JAKARTA – Laju penguatan harga minyak mentah terhenti akibat prospek permintaan dari dua negara ekonomi terbesar di dunia memburuk.

Adapun, kekhawatiran berkurangnya permintaan minyak mentah global datang dari munculnya gelombang kedua Covid-19 di China dan meningkatnya pasokan di Amerika Serikat.

Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) kontrak pengiriman Juli turun 2,42 persen ke level US$37,45 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 12.48 WIB, Rabu (17/6/2020). Padahal, sehari sebelumnya harga sempat terapresiasi sebesar 3,4 persen.

Selanjutnya harga minyak mentah Brent pengiriman Agustus turun 0,72 persen menjadi US$40,24 per barel di ICE Futures Europe Exchange setelah menguat 3,1 persen pada sesi sebelumnya.

Adapun harga minyak Brent pengiriman Agustus tersebut lebih murah ketimbang kontrak pengiriman November. Tingginya harga di pasar berjangka (futures) mengindikasikan pasokan mulai berkurang.

Warren Patterson, Head of Commodities Strategy di ING Bank NV., menjelaskan bahwa reli harga minyak belakangan ini ditopang oleh harapan laju pemulihan ekonomi China setelah pandemi Covid-19.

“Penopang utama reli adalah harapan pemulihan ekonomi di China. Tetapi, jika sekarang China memberlakukan kembali lockdown di beberapa daerahnya, hal itu bukan berita bagus untuk sisi permintaan,” kata Patterson seperti dikutip Bloomberg, Rabu (17/6/2020).

Belum lagi, Patterson melanjutkan, data pasokan minyak di AS saat ini juga masih menunjukkan harapan membaiknya konsumsi belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Adapun, baru-baru ini Pemerintah China kembali meminta penutupan seluruh sekolah dalam rangka menahan laju penyebaran Covid-19 di tingkat provinsi. Hal itu ditafsirkan oleh pengamat sebagai langkah awal pemerintah dalam menangani Covid-19 gelombang kedua.

Padahal, negara yang menjadi salah satu konsumen minyak mentah terbesar di dunia ini telah menujukkan pemulihan ekonomi yang cukup cepat dalam beberapa bulan terakhir.

Di belahan dunia lain, American Petroleum Institue melaporkan pasokan minyak mentah di AS meningkat 3,86 juta barel pekan lalu. Kenaikan pasokan tersebut terjadi kendati produksi telah turun setidaknya 2 juta barel per hari sejak Maret 2020.

International Energy Agency dalam laporan bulanannya menuliskan bahwa negara produsen minyak terbesar di dunia sudah membatasi produksi untuk merespons turunnya permintaan pada masa pandemi Covid-19.

Saat ini, permintaan belum membaik dan pelaku pasar masih khawatir terjadi penyebaran Covid-19 gelombang kedua.

“Permintaan minyak global akan rebound pada 2021, tapi akan butuh waktu untuk bisa kembali ke level pada masa sebelum virus [Covid-19] merebak,” tulis IEA.

IEA melanjutkan dalam laporan terbaru yang menganalisis prospek pasar minyak mentah pada 2021, penggunaan bahan bakar di dunia akan tetap 2,5 persen lebih rendah pada 2021 dibandingkan dengan 2019. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya permintaan dari industri penerbangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini