Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur pada pukul 14:00 WIB, Kamis (18/6/2020).
Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terkait dengan penetapan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) cukup dinantikan pasar hari ini.
Dari konsensus Bloomberg, sebanyak 15 ekonom memperkirakan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Hanya enam ekonom yang melihat bank sentral akan menahan BI-7DRRR pada level 4,5 persen.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan, BI berpotensi memangkas suku bunga menjadi 4,25% dengan mempertimbangkan beberapa indikator makro ekonomi.
Pertama, tekanan inflasi, khususnya dari sisi permintaan yang cenderung rendah. Kedua, perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek yang cenderung stabil. Ketiga, kontraksi impor yang mengindikasikan perlambatan ekonomi.
“Diperlukan kebijakan moneter yang akomodatif sebagai lanjutan dari pelonggaran kebijakan moneter sebelumnya,” jelasnya.
Proyeksi senada disampaikan Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Wisnu Wardhana.
Menurutnya, salah satu hal yang akan mendorong BI untuk memangkas suku bunga acuan adalah meredanya kepanikan di pasar keuangan global.
Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri menilai dampak kebijakan fiskal lebih luas dan efektif dibandingkan kebijakan moneter. Terbukti, tingkat suku bunga acuan Indonesia saat ini sudah sangat rendah. Namun, roda perekonomian tetap belum bisa bergerak.
"Saya percaya hal utama yang perlu dilakukan, seperti saat 2013, ketika pemerintah memberikan bantuan sosial ini akan mendorong konsumsi rumah tangga. Ketika kita memberi uang kepada kelompok miskin, mereka langsung digunakan untuk belanja," katanya dalam diskusi webinar yang digelar oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dan The Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), Selasa (17/6/2020).
Senada dengan Chatib, Kepala Ekonom Ryan Kiryanto menuturkan jalur moneter tidak bisa menopang ekonomi saat ini.
Andalan saat ini adalah jalur fiskal melalui program yang digulirkan di dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), mulai dari bantuan sosial, subsidi bunga hingga restrukturisasi kredit UMKM.
Selain itu, Ryan melihat kondisi Credit Default Swap (CDS) Indonesia kembali naik dan stabilitas nilai tukar belum kuat. Sementara itu, proyeksi kontraksi ekonomi kuartal II/2020 yang dipaparkan pemerintah dapat memicu kerentanan di pasar.
"Saya khawatir kalau BI menurunkan sentimennya malah negatif karena fundamentalnya masih goyah, belum ajeg," ujar Ryan. Ketika ini terjadi, investor, terutama pasar obligasi, bisa kabur.
Dengan demikian, jalan tengahnya bagi BI mungkin menahan suku bunga untuk jangka pendek meskipun ruang penurunan itu terbuka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel