Jokowi Cabut Banding atas Putusan PTUN, Penggugat: Masih Banyak PR

Bisnis.com,21 Jun 2020, 19:05 WIB
Penulis: Newswire
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas percepatan penanganan pandemi Covid-19 melalui video conference dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/5/2020)-Biro Pers Media Istana.

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo memutuskan mencabut banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait pemblokiran internet di Papua pada 2019.

Keputusan itu mendapatkan apresiasi dari Tim Pembela Kebebasan Pers selaku penggugat. Kendati begitu, tim yang terdiri dari beberapa lembaga atau organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) tersebut menilai masih banyak yang perlu dilakukan pemerintah untuk memperbaiki diri.

"Jika memang surat pencabutan itu benar, kami mengapresiasi. Namun pencabutan harus juga diikuti dengan itikad tidak akan mengulangi kembali dan memperbaiki sistem yang ada, dengan memperhatikan hak asasi manusia lainnya," ujar anggota Tim Pembela Kebebasan Pers, Ade Wahyudin, seperti dilansir Tempo, Minggu (21/6/2020).

Ade mengatakan belum menerima surat resmi dari PTUN terkait pencabutan banding tersebut. Pencabutan dilakukan oleh dua tergugat dalam kasus tersebut, yakni Menteri Komunikasi dan Informatika serta Presiden Indonesia.

Menkominfo mencabut permohonan banding pada 18 Juni lalu. Sementara, presiden rencananya akan mencabut permohonan banding pada Senin, 22 Juni 2020.

Ade memahami bahwa putusan PTUN tersebut hanya bersifat deklaratif. Artinya, tak ada hal yang mengikat lagi yang perlu dilakukan pemerintah. Namun dengan putusan ini, Ade mengatakan terlihat belum ada sistem yang akuntabel untuk pembatasan hak berinternet.

"Sehingga kalau memang pemerintah beritikad untuk memperbaiki, harusnya putusan ini sudah cukup menjadi pijakan perubahan sistem itu," kata dia.

Seperti diketahui, dalam sebuah unggahan akun Twitter @masdinur pada Rabu (3/6/2020), Hakim Ketua PTUN Jakarta Nelvy Christin mengabulkan gugatan Tim Pembela Kebebasan Pers.

Akun tersebut juga mengunggah alasan pemutusan internet adalah perbuatan melanggar hukum. Pertama, tidak menyediakan fasilitas agar informasi tersedia bagi publik.

Kedua, penutupan internet tidak hanya menghalangi jurnalis dan pembela yang memantau dan melaporkan konflik, tetapi memfasilitasi pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan hukum HAM internasional. Ketiga, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang ITE Pasal 20 ayat (2b).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini