Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu melakukan pembenahan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dengan tidak hanya membebankannya kepada masyarakat melalui kenaikan iuran. Langkah pembenahan tersebut perlu mengacu kepada hasil audit BPJS Kesehatan yang sampai saat ini tidak dipublikasikan.
Asisten Peneliti Lokataru Foundation Fian Alaydrus menjelaskan bahwa hingga saat ini, masyarakat belum bisa mengakses hasil audit investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap BPJS Kesehatan. Padahal, hasil audit tersebut menunjukkan sejumlah permasalahan BPJS yang perlu dibenahi.
Dia menilai bahwa persoalan defisit BPJS Kesehatan menjadi isu yang ramai di ruang publik, tetapi titik berat permasalahan itu kerap mengarah kepada tidak patuhnya masyarakat dalam membayar iuran dan besaran iuran yang tidak sesuai perhitungan aktuaria. Fian menilai bahwa tidak bisa penyelesaian defisit itu serta merta dibebankan kepada masyarakat melalui kenaikan iuran.
"Padahal di situ [hasil audit BPKP] jelas disebutkan ada tindakan fraud, tata kelola administrasi yang buruk, kecurangan oleh oknum rumah sakit, itu kan kita tidak pernah mendengar narasi itu dari pemerintah. Yang dibebankan kesalahan selalu warga yang tidak tertib bayar," ujar Fian kepada Bisnis, Senin (22/6/2020).
Menurutnya, pemerintah kerap berdalih bahwa tindak kecurangan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hanya mencakup 1% dari total defisit yang pada akhir 2019 mencapai Rp15,5 triliun. Namun, dia menilai bahwa untuk membuktikan klaim tersebut, pemerintah perlu membuka hasil audit BPKP kepada publik.
"Hasil audit itu sebetulnya hanya ringkasan, jadi ini sudah ringkasan, tidak disampaikan juga kepada publik, dan sayangnya Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] juga mengabulkan permohonan bahwa hasil audit BPKP [terhadap BPJS Kesehatan] bukan merupakan informasi publik," ujarnya.
Fian menilai bahwa masyarakat berhak untuk mengetahui hasil audit tersebut karena BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik, sehingga segala informasi tersebut perlu diketahui khalayak. Masyarakat pun diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan dan membayar iuran, sehingga menurutnya, adanya aset tersebut menjadikan masyarakat sebagai pemilik dari BPJS Kesehatan.
Lokataru Foundation telah membuat petisi untuk menuntut dibukanya hasil audit BPJS Kesehatan oleh BPKP kepada publik. Berdasarkan pantauan Bisnis, hingga Senin (22/6/2020) pukul 12.15, petisi yang bertajuk "Kenapa Hasil Audit BPJS Kesehatan Ditutupi? Rakyat Berhak Tahu!" itu telah ditandatangani oleh 21.725 orang.
Melalui petisi tersebut, Lokataru Foundation menilai bahwa pembenahan BPJS Kesehatan dapat dilakuan dengan pertama-tama menjunjung keterbukaan informasi mengenai badan tersebut. Dokumen hasil audit tersebut dinilai dapat menuntun publik luas untuk memahami lebih menyeluruh atas sebab defisit BPJS Kesehatan.
"Penutupan akses dokumen hasil audit adalah bukti tak terbantahkan dari penyelenggaraan negara yang kian jauh dari asas transparansi, partisipasi publik, dan penghormatan terhadap hak-hak warga," ujar Fian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel