Ini Manfaat IA-CEPA Bagi Ketahanan Pangan RI

Bisnis.com,23 Jun 2020, 17:03 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Logo bendera negara Indonesia dan Australia. - Dok. Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Aggrement (IA-CEPA) diperkirakan bakal memperkuat ketahanan pangan Indonesia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, IA-CEPA yang akan diimplementasikan mulai 5 Juli 2020 diharapkan mampu turut berkontribusi pada ketahanan pangan Indonesia. 

Pasalnya, menurutnya, peternak sapi di dalam negeri masih belum menggunakan cara beternak yang efisien. Dengan demikian, kerja sama dengan Australia diharapkan dapat meningkatkan kemampuan beternak dari peternak sapi di Indonesia.

“Selain itu, ketersediaan modal yang belum memadai untuk memelihara sapi juga mendorong sebagian besar peternak fokus pada pembiakan sapi potong. Hal inilah yang menjadikan ketersediaan sapi bakalan lokal menjadi minim selama ini,” katanya, seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (23/2/2020)

Selain itu, dia menilai kebutuhan gula domestik yang tinggi juga masih belum mampu dipenuhi petani tebu lokal.

Adanya kemitraan antara pengusaha Australia dan Indonesia yang memungkinkan terjadinya transfer knowledge dan berbagai kemudahan untuk impor beberapa komoditas pangan ini tentu diharapkan bisa tercapai lewat kesepakatan ini.

“Adanya demand yang dapat terus dipenuhi oleh supply tentu akan memperkuat ketahanan pangan Indonesia,” lanjutnya.

Di samping itu, menurutnya, ratifikasi IA-CEPA diharapkan mampu meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia lewat penguatankeberadaan Indonesia di dalam Global Value Chain (GVC) atau rantai pasok global.

Penguatan posisi Indonesia dalam GVC pada akhirnya dapat menjadikan negeri ini sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. GVC sendiri berkontribusi hampir 50 persen pada perdagangan global.

Selain itu, diharapkan Australia dapat berinvestasi pada sektor-sektor yang strategis di Indonesia. Harapan ini sangat beralasan mengingat Indonesia selama ini lebih banyak mengekspor produk mentah karena belum mampu memberikan nilai tambah atau value added kepada produk yang dihasilkan.

“IA-CEPA juga ditargetkan mampu memperlebar akses promosi dan penanaman modal, economic powerhouse, pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan program-program kerja sama ekonomi bagi Indonesia. Namun hal ini perlu diikuti adanya perbaikan-perbaikan di dalam negeri, seperti reformasi regulasi yang memungkinkan masuknya lebih banyak investor Australia ke berbagai sektor di Indonesia,” jelasnya.

Berdasarkan data dari The Atlas of Economic Complexity, total nilai ekspor Indonesia ke Australia mencapai USD 2,8 miliar di 2018. Beberapa komoditas ekspor Indonesia ke Australia diantaranya adalah minyak mentah, minyak bumi olahan dan kayu berbentuk. 

Sementara itu di tahun yang sama, nilai impor Indonesia dari Australia mencapai US$5,82 miliar dengan beberapa komoditas diantaranya adalah briket batubara, minyak bumi dan gandum.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan, Australia merupakan pemasok impor daging sapi terbesar bagi Indonesia dengan nilai impor mencapai 85.000 ton atau sekitar 53 persen dari total impor seberat 160.197 ton.

Adapun nilai impor daging sapi dari Australia mencapai US$296,3 juta setara Rp4 triliun dari total nilai impor Rp7,7 triliun. Tidak hanya impor daging sapi, Indonesia juga mengimpor gandum, hewan hidup jenis lembu serta gula mentah atau tebu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini