Bisnis.com, JAKARTA -- Kinerja bank kecil akan semakin tertekan setelah mengalami penurunan laba pada kuartal I/2020. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan perlambatan pertumbuhan laba hanya terjadi pada bank kecil.
Penurunan laba pada kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II masing-masing sebesar minus 61,24% dan minus 12,06%. Sementara itu, perolehan laba Bank BUKU III dan IV masing-masing tumbuh 6,63% dan 7,61%.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penurunan laba pada bank kecil tersebut berkaitan dengan sulitnya melakukan ekspansi kredit. Padahal, di satu sisi biaya dana justru meningkat sehingga laba cenderung terpangkas.
Menurutnya, tekanan yang dialami perbankan BUKU I dan II pada kuartal I/2020 belum terlalu besar karena pembatasan sosial skala besar (PSBB) belum dilakukan pada dua bulan pertama. Namun, tekanan pada kuartal II/2020 akan jauh lebih besar. Artinya, Bank BUKU I dan II akan lebih terpuruk pada periode tersebut.
"Dalam kondisi tekanan likuiditas akibat Covid-19, Bank BUKU I dan II menjadi yang paling menderita," katanya kepada Bisnis, Senin (22/6/2020).
Kondisi ini semakin diperparah karena bank kecil pada umumnya hanya bergantung pada pendapatan bunga. Ketika kualitas kredit memburuk, penerimaan bank pun akan turun dan memangkas laba.
Berbeda halnya dengan bank besar yang masih terbantu dari pendapatan non-bunga, yaitu dari fee based income dan juga dari penempatan di surat-surat berharga.
Menurutnya, merger bisa menjadi pilihan bagi bank kecil untuk selamat dari tekanan perekonomian. Dengan merger, bank kecil akan mendapatkan tambahan modal untuk melakukan investasi strategis yang meningkatkan daya saing bank.
"[Bank kecil] Masih mungkin bangkit kembali apabila nanti wabah sudah berlalu, tetapi akan lebih baik bila bank-bank kecil merger atau diakusisi bank besar," katanya.
Apalagi, selama wabah berlangsung, tekanan ke kinerja perbankan akan terus terjadi. Pelonggaran dan kebijakan pemerintah seperti restrukturisasi hanya mengurangi tekanan tapi kekuatannya masih besar untuk mengganggu kinerja.
"Potensi terjadinya lonjakan NPL tetap ada. Bank-bank kecil sulit untuk bangkit selama wabah masih terjadi," katanya.
Walaupun tekanan besar, Piter menilai belum tentu akan terjadi bank gagal. Pasalnya, OJK tidak akan membiarkan terjadinya bank gagal. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi saat ini, terjadinya bank gagal akan menambah tekanan ke bank lain.
OJK pun telah merilis aturan yang dapat memaksa bank untuk melakukan merger. Begitu juga dengan pemilik bank yang dinilai tidak akan mau bank mengalami collapse.
"OJK harus terus mengawasi perkembangan kualitas asset dan kondisi likuiditas bank. Hasil pengawasan dikoordinasikan di KKSK. Kalau diperlukan bantuan likuiditas BI bisa memberikan bantuan likuiditas sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel