BI Tidak Menampik Pembicaraan Burden Sharing dengan Pemerintah Alot

Bisnis.com,25 Jun 2020, 22:28 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARATA - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti tidak menampik soal alotnya pembicaraan tentang pembagian beban dalam penyelamatan ekonomi (burden sharing) antara bank sentral dan pemerintah.

"Ya, nanti biasa begitu. Nanti, insyaallah, semua lancar lah. Berdoalah, kita semua pasti ingin yang terbaik untuk bangsa dan negara kita," ujar Destry dalam webinar, Kamis malam (25/6/2020).

Menurutnya, pembicaraan antara pemerintah dan bank sentral sudah relatif hampir final. Dia menegaskan Bank Indonesia adalah backstop dalam hal pemenuhan kebutuhan pembiayaan pemulihan ekonomi karena tidak bisa semuanya ditanggung pemerintah.

"Pasti ada bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia [harus] bersama-sama."

Destry menambahkan koordinasi kebijakan di sektor keuangan di dalam pemerintah juga sangat penting.

Sebagai contoh, lanjut Destry, kebijakan penempatan dana di bank mitra umum senilai Rp30 triliun yang dilakukan Kementerian Keuangan. Menurut mantan petinggi LPS tersebut, kebijakan ini cukup baik karena langsung menyentuh sektor riil.

Di sisi lain, dia menekankan BI sebenarnya sudah banyak mengelontorkan dana ke pasar, melalui quantitative easing. Sayangnya, kata Destry, sektor riil tidak bisa menyerap dana tersebut sehingga dana tersebut kembali lagi ke pemerintah.

Kondisi ini diibaratkan Destry bak puzzle. Oleh sebab itu, dia menilai terobosan diperlukan dalam mendongkrak serapan kredit di sektor riil.

"Bagaimana caranya dana ini bisa tersalurkan," ujarnya.

Dia melihat satu kebijakan yang dapat membantu penjaminan kredit bagi bank yang akan memberikan kredit modal kerja kepada UMKM. Kebijakan ini sudah ada di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Jadi tidak bisa mengandalkan di satu sisi. BI mau beli [SBN] berapa?"

Masalah burden sharing ini sempat mencuat dalam rapat antara BI, Kementerian Keuangan, Bappenas dan Badan Anggaran DPR RI minggu lalu (18/6/2020).

Saat itu, Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan ide agar BI bersedia menerima bunga khusus untuk pembelian SBN. Dia mengusulkan bunganya sekitar 4,5 persen sampai 0,1 persen per tahun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengamini pernyataan tersebut Dia sepakat tingkat bunga rendah diperlukan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan meningkatkan daya saing Indonesia ke depannya. Pasalnya, mantan pejabat Bank Dunia ini mengkalkulasi bahwa beban utang pemerintah akan menumpuk selama 10 tahun ke depan.

Pada Mei lalu, BI mengaku tengah mengkaji kenaikan remunerasi bunga rekening penempatan dana pemerintah di bank sentral hingga 80 persen dari suku bunga acuan.

BI mengklaim kebijakan ini dimaksudkan untuk meringankan beban fiskal pemerintah.

Dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada 2009, tentang koordinasi pengelolaan uang negara, rekening penempatan rupiah hanya diberikan bunga per tahun sebesar 65 persen dari suku bunga kebijakan BI.

Sementara itu, rekening penempatan valas dolar AS diberikan bunga per tahun sebesar 65 persen dari Fed Fund Rate.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini