Bisnis.com, JAKARTA — Sekitar 28.000 orang telah menandatangani petisi agar pemerintah membuka hasil audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Tidak terbukanya hasil audit itu dinilai menghalangi publik untuk mengetahui permasalahan BPJS Kesehatan.
Asisten Peneliti Lokataru Foundation Fian Alaydrus menilai bahwa hasil audit BPJS Kesehatan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan informasi yang berhak diketahui oleh publik, sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebelumnya, Komisi Informasi Pusat (KIP) telah menetapkan bahwa hasil audit terhadap pengelolaan dana jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan dibuka untuk publik. Keputusan tersebut muncul atas adanya gugatan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Putusan KIP tersebut kemudian digugat oleh BPKP. Alhasil, pada Selasa (16/6/2020) gugatan BPKP itu dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta, sehingga informasi hasil audit BPJS Kesehatan itu kembali tertutup untuk publik.
"Kami menilai publik, sebagai peserta JKN maupun warga negara, berhak tahu segala masalah dalam pengelolaan JKN oleh BPJS Kesehatan, karena itu akan berdampak pada hajat hidup orang banyak," ujar Fian pada Kamis (25/6/2020).
Menurutnya, Pasal 7 Undang-Undang 24/2011 tentang BPJS menyatakan bahwa publik merupakan pemilik BPJS Kesehatan. Hal itu pun kemudian menimbulkan tanda tanya karena pemilik dari suatu badan kesulitan untuk mengetahui informasi mengenai badan yang dimilikinya.
Atas kondisi tersebut, Lokataru Foundation membuat petisi untuk menuntut dibukanya hasil audit BPJS Kesehatan oleh BPKP kepada publik. Petisi tersebut bertajuk "Kenapa Hasil Audit BPJS Kesehatan Ditutupi? Rakyat Berhak Tahu!" yang ada di laman change.org.
Berdasarkan pantauan Bisnis, pada Kamis (25/6/2020) pukul 19.35, petisi itu telah ditandatangani oleh 28.333 orang. Fian menjelaskan bahwa pihaknya bersama ICW mengajak masyarakat untuk terus menuntut dibukanya informasi hasil audit BPJS Kesehatan.
"Penutupan hasil audit ini bertolak belakang dengan semangat negara demokratis yang berpedoman pada hak asasi manusia, seperti termaktub dalam konsideran Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apalagi pembukaan akses informasi hasil audit tersebut berkaitan dengan hak dasar warga, yakni hak atas jaminan kesehatan," ujar Fian.
Sebelumnya, Peneliti ICW Egi Primayogha menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan hasil audit BPJS Kesehatan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah upaya pengajuan kepada BPKP gugur.
Hingga saat ini, Kemenkeu belum bersedia mempublikasikan hasil audit tersebut karena dinilai sebagai informasi yang dikecualikan untuk publik. Padahal, ICW menilai bahwa hasil audit BPJS Kesehatan oleh BPKP sebagai lembaga hukum publik merupakan informasi publik.
Menurut Egi, Kemenkeu memberikan dua alasan kepada ICW untuk tidak mempublikasikan hasil audit tersebut. Pertama, Kemenkeu menilai bahwa jika hasil audit itu dibuka kepada publik dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.
Kedua, hasil audit tersebut dinilai sebagai memorandum atau memuat surat-surat antar badan publik yang sifatnya dirahasiakan.
"Yang saya sayangkan, tidak ada penjelasan juga yang dimaksud ketahanan ekonomi nasional di sini apa. Kami mempertanyakan juga, apakah Kemenkeu sudah melakukan uji konsekuensi sebagaimana diatur dalam UU 14/2008, uji konsekuensi terkait pengecualian itu," ujar Egi kepada Bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel