Bio Farma Produksi Vaksin Covid-19, Uji Klinis Kuartal I/2021

Bisnis.com,25 Jun 2020, 20:05 WIB
Penulis: Andi M. Arief
Pekerja melakukan pengemasan saat memproduksi vaksin di laboratorium milik PT Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/8/2018)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA - Industriawan farmasi nasional saat ini sedang mengembangkan vaksin Covid-19 di dalam negeri. Namun demikian, vaksin yang menggunakan strain virus lokal belum akan rampung dalam waktu dekat.

PT Bio Farma (Persero) saat ini sedang bekerja sama dengan Sinovac Biotech Ltd untuk pengembangan vaksin umum. Adapun, Bio Farma juga berkolaborasi dengan Eijkman Institute for Molecular Biology dalam pengembangan vaksin dengan strain virus lokal.

"[Pengembangan vaksin dengan plasmid lokal] ini baru mulai. Paling cepat juga uji klinis [kepada manusia] tahun depan [pada 2021]," kata Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir kepada Bisnis.com, Kamis (25/6/2020).

Seperti diketahui, proses pembuatan vaksin secara umum dibagi menjadi empat tahap yakni tahap perancangan, pengujian hewan, pengujian manusia, dan persetujuan regulator. Adapun, pengujian manusia dibagi menjadi tiga fase.

Setiap fase dalam pengujian vaksin kepada manusia memiliki waktu jumlah relawan yang berbeda. Adapun, jumlah relawan maksimal bisa mencapai hingga ratusan ribu orang dengan waktu observasi paling lama.

Honesty menyampaikan pengembangan vaksin antara perseroan dengan Sinovac akan masuk ke dalam fase tiga pengujian pada manusia pada awal semester II/2020. Adapun, lanjutnya, vaksin tersebut akan mulai diproduksi masal pada awal kuartal I/2021 jika seluruh proses berjalan lancar.

Untuk saat ini Honesty menyarankan agar masyarakat maupun pasien Covid-19 waspada terhadap produk medis yang mengklaim dapat menyembuhkan Covid-19. Menurutnya, konsumsi obat terapi dalam mengobati Covid-19 hanya dapat dilakukan dengan konsultasi maupun resepdari dokter spesialis.

"Obat-obat yang ada sekarang itu adalah obat yang diberian sesuai dengan simptom atau gejala sakit yang diderita pasien. [Lalu,] jangan membeli obat yang elum ada ijin dari BPOM [adan Pengawas Obat dan Makanan]," ucapnya.

Honesti memberikan contoh terkait euforia pada oat dexamethasone setelah pengumuman dari peneliti dari University of Oxford. Seperti diketahui, pengumuman tersebut menyatakan bahwa penggunaan dexamethasone pada pasien Covid-19 kritis dapat mengurangi potensi kematian.

Akan tetapi, Honesti mennyataan bahwa dexamethasone belum masuk ke dalam informatorium obat Covid-19 yang diterbitkan BPOM. Selain itu, lanjutnya, BPOM mengategorikan dexamethasone seagai obat anti radang, bukan obat antiviral maupun obat pernapasan.

Seperti diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menerbitkan informatorium obat terapi Covid-19. Dalam daftar tersebut, terdapat 12 jenis obat yang diproduksi oleh 113 pabrikan farmasi nasional.

Adapun, obat-obatan tersebut dapat ditemukan dalam 614 obat bermerek dan 232 obat generik. Selama Januari-Mei 2020, telah ada 48 permohonon nomor izin edar (NIE) kepada BPOM terakit penerbitan 12 obat tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini