Meski Gencar Restrukturisasi, Kredit Bermasalah Masih Berpotensi Meningkat

Bisnis.com,30 Jun 2020, 23:11 WIB
Penulis: M. Richard
NPL Perbankan per Maret 2020 berdasarkan data OJK/Bisnis - Ilham Nesabana

Bisnis.com, JAKARTA - Rasio kredit bermasalah bank umum diperkirakan masih berpotensi naik meski restrukturisasi kredit sudah gencar dilaksanakan pada paruh pertama tahun ini.

Terbatasnya kegiatan ekonomi sekaligus melemahnya pendapatan masyarakat membuat transmisi penyaluran kredit terhambat dan membuat kualitas kredit semakin melemah.

Berdasarkan bahan paparan OJK dalam RDP Komisi XI DPR, Senin (29/6/2020), rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) bank umum per Mei 2020 berada pada 3,01%, naik dari posisi April 2020 yang sebesar 2,89%.

Lebih rinci, NPL sektor pertambangan meningkat menjadi 5,03% pada Mei 2020. Selanjutnya, kredit bermasalah juga cukup tinggi di sektor perdagangan dengan besaran mencapai 4,32%.

Sektor konstruksi memiliki rasio NPL per Mei 2020 sebesar 3,91% sedangkan untuk sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan rasio NPL per Mei 2020 tercatat sebesar 1,49%.

Di samping itu, OJK pun mencatat nilai restrukturisasi kredit yang dilakukan industri perbankan hingga 15 Juni 2020 telah mencapai Rp655,84 triliun dari 6,27 juta debitur. 

Apabila diperinci, untuk sektor UMKM, nilai restrukturisasi mencapai Rp298,86 triliun yang berasal dari 5,17 juta debitur. Sementara itu, untuk non-UMKM, realisasi restrukturisasi mencapai 1,1 juta debitur dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp 356,98 triliun.

Berdasarkan monitoring data mingguan yang dilakukan, pertumbuhan nilai dan jumlah debitur restrukturisasi cenderung melambat.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan kondisi saat ini cukup menantang bagi perbankan menjaga kualitas kredit.

“Tidak ada peningkatan jumlah Kredit yang disalurkan dan upaya penagihan yang dilakukan kurang optimal di masa pandemi sehingga NPL cenderung Naik. Sepertinya masih akan ada kenaikan NPL lagi,” katanya, Selasa (30/6/2020).

Dia melanjutkan tren permintaan restrukturisasi kredit perbankan sudah mulai reda pada akhir kuartal pertama tahun ini.

Namun, hal ini masih belum dapat menjadi indikator kuat bahwa kualitas kredit membaik, karena kinerja ekonomi belum akan kembali normal.

“Bahkan jika penyebaran virus corona semakin parah dan membuat kegiatan ekonomi semakin terbatas, maka kredit pun tidak akan naik dan kualitas kredit pun sulit membaik,” imbuhnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sebelumnya mengatakan ada beberapa bank sudah mulai mengalami kenaikan rasio kredit bermasalah sehingga melemahkan kualitas kredit secara industri.

“Dulu mungkin cuma prediksi, tetapi saat ini sudah terjadi. Ada beberapa bank yang pada Mei, NPL-nya mulai meningkat. Beberapa sektor mulai kena imbas dari pandemi virus corona,” katanya.

Wimboh berharap pemerintah mulai dapat melonggarkan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Jika tidak terjadi pelonggaran, bank tidak dapat melakukan penyaluran kredit sehingga justru semakin membahayakan kualitas kreditnya lebih lanjut.

“Ini hanya bisa dilakukan kalau ada kesempatan masyarakat untuk bisa memiliki keleluasaan kembali dalam melakukan aktifvitas sosial dan travelling. Meskipun harus dalam protokol, harapannya dapat men-generate pendapatan masyarakat yang menjadi debitur bank,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini