Siap Tanggung Beban Lebih, Ini Risiko Bank Indonesia ke Depan

Bisnis.com,01 Jul 2020, 22:05 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (17/1). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia tinggal selangkah lagi 'berbagi beban' dengan pemerintah untuk membiayai perang besar melawan Covid-19 di negeri ini.

Seperti diketahui, pemerintah ingin bank sentral untuk berbagi beban (burden sharing) lebih banyak dari beban dalam upaya merespon pandemi Covid-19 yang diperkirakan akan menelan biaya Rp903,46 triliun atau US$63,3 miliar.

Sekitar 64 persen dari total biaya tersebut atau Rp574,4 triliun akan dibiayai oleh bank sentral dan sisanya ditanggung pemerintah.

Porsi bank sentral akan digunakan untuk mendanai perawatan kesehatan, jaring pengaman sosial dan program ketahanan pangan, serta sebagian membiayai biaya penyelamatan usaha mikro, kecil dan menengah.

Berdasarkan rencana tersebut, Bank Indonesia akan membeli obligasi pada nol atau di bawah kurs pasar.

Pemerintah mengeluarkan biaya ketika menjual obligasi kepada investor lokal atau asing pada tingkat pasar, sehingga menempatkan aset secara langsung dengan bank sentral pada nol atau tingkat preferensial akan membantu menurunkan biaya pinjaman negara.

Apa artinya burden sharing ini bagi bank sentral?

Bank Indonesia mencetak surplus atau defisit di dalam neracanya berdasarkan perbedaan antara bunga yang dihasilkannya dari cadangan devisa dan obligasi mata uang lokal yang dimilikinya, dan hasil penjualan obligasi sebagai bagian dari operasi pasar terbuka.

Di bawah rencana pembiayaan defisit, bank sentral akan membayar bunga lebih banyak daripada yang diperolehnya pada obligasi pemerintah. Tentu saja ini berpotensi mengurangi surplus bank sentral.

Ekonom Citigroup Inc. Helmi Arman memperkirakan Bank Indonesia memiliki surplus operasi sebesar Rp33 triliun rupiah pada akhir tahun 2019.

Dengan penurunan suku bunga AS dan pendapatan bunga dari cadangan devisa yang menurun, Bank Indonesia akan mengalami penurunan surplus di neracanya secara signifikan. Kementerian Keuangan memperkirakan biaya bunga untuk bank sentral adalah Rp37 triliun per tahun.

Apa risiko monetisasi utang tersebut?

Sejumlah pihak mengingatkan bahwa upaya cetak uang dapat meningkatkan inflasi dan merusak independensi bank sentral.

Arman Citigroup justru melihat risiko penurunan peringkat kredit Indonesia sehingga pekerjaan rumah bank sentral ke depan adalah bagaimana mendorong perusahaan pemeringkat untuk mengubah fokus mereka dari metrik utang menjadi independensi bank sentral.

Setidaknya satu dari tiga perusahaan pemeringkat utama berpotensi memangkas peringkat sebesar satu level.

Bagaimana reaksi pasar?

Reaksi pasar telah diredam sejauh ini. Meskipun sebagian besar obligasi yang ditempatkan pada Bank Indonesia kemungkinan merupakan obligasi bertenor panjang, imbal hasil dari obligasi pemerintah bertenor 10 tahun telah meningkat sekitar 7,2 persen untuk sebagian besar Juni.

Investor asing telah menjadi pembeli bersih obligasi senilai US$523 juta hingga 26 Juni, ditetapkan untuk bulan ketiga berturut-turut dari arus masuk. Rupiah menguat lebih dari 2 persen terhadap dolar bulan lalu, melengkapi kenaikan kuartalan terbesar sejak 2009, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini