Sri Mulyani Sebut Ekonomi Global Berpotensi Alami Depresi

Bisnis.com,02 Jul 2020, 08:42 WIB
Penulis: Maria Elena
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengikuti rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kondisi ekonomi global telah memasuki resesi, bahkan berpotensi mengalami depresi.

Hal tersebut diyakini akan menganggu banyak aspek dalam kehidupan di suatu negara. Menurutnya, pandemi Covid-19 menghilangkan progres upaya pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, untuk mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat.

Indonesia misalnya, mengalami kemunduran pengentasan kemiskinan sekitar 5 tahun hanya karena pandemi yang baru berjalan selama 6 bulan.

"Pandemi mengubah cara hidup kita secara signifikan. Tak hanya itu, implikasi ke sosial dan ekonomi juga sangat signifikan," katanya dalam roundtable bertemakan Rebirthing the Global Economy to Deliver Suistanable Development, Rabu malam (1/7/2020).

Sri Mulyani menyampaikan, pandemi yang berdampak sangat signifikan ke ekonomi ini membuat sumber pendanaan negara untuk mencapai tujuan pengembangan menjadi tertahan.

Pendapatan dari pajak menurun karena aktivitas ekonomi terkontraksi. Sementara pada saat yang sama, kebutuhan pengeluaran untuk sektor kesehatan dan jaring pengaman sosial, dan stimulus untuk meningkatkan ekonomi meningkat drastis.

Di Indonesia sendiri, defisit awalnya ditetapkan 1,7 persen dari PDB. Namun, karena ulah pandemi, defisit harus ditingkatkan menjadi 6,3 persen dari PDB.

"Beberapa negara defisit fiskalnya sudah melebihi batas. Indonesia masih beruntung karena defisit yang lebih rendah," katanya.

Di samping itu, rasio utang terhadap PDB juga meningkat menjadi sekitar 37 persen dalam setahun ini. Sri Mulyani menuturkan, dalam hal ini lembaga multilateral memiliki peranan penting bagi negara berkembang dan negara berpendapatan rendah.

Pihaknya juga mengapresiasi beberapa lembaga multilateral memberikan respon yang sangat cepat. Tidak hanya menyediakan dana cepat, tetapi juga mendukung negara tersebut menangani masalah kesehatan dan sosial.

Meski demikian, dia menilai pinjaman dari lembaga multilateral masih belum memadai, mengingat kebutuhan dana akan jauh lebih besar dari dana yang bisa dikucurkan lembaga multilateral.

"Jadi solusi bagi negara berkembang adalah mencari pinjaman lain, seperti menerbitkan obligasi, termasuk di pasar global," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini