Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mayapada Internasional Tbk. terus memacu permodalan untuk mengantisipasi dampak terburuk dari virus corona atau Covid-19. Terkini bank milik taipan Dato Sri Tahir itu menyuntikan dana Rp750 miliar.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, setoran modal dilakukan pada 1 Juli 2020. Pemegang saham pengendali terakhir telah menempatkan dana setoran modal di perseroan secara tunai senilai tidak kurang dari Rp1 triliun dalam dua tahap.
Pertama, Rp252,087 miliar pada 28 April 2020 sesuai dengan Keterbukaan Informasi Perseroan No.445. Kedua, pada 1 Juli 2020 senilai Rp750 miliar.
Penempatan dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat aspek permodalan dan merupakan bagian dari tahapan rencana perseroan untuk melakukan Penawaran Umum Terbatas XIII pada 2020 senilai total Rp4,5 triliun.
Tahir menyampaikan penambahan modal tersebut merupakan rangkaian dari rencana penambahan modal pada tahun ini sebesar Rp4,5 triliun. Menurutnya, pemegang saham mengambil langkah konservatif untuk mengamankan rasio keuangan perseroan.
“Ini memang dalam rangka menghadapi Covid-19 jadi kami memperkuat modal. Ini komitmen kami,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (3/7/2020) sore.
Dia menyampaikan dengan penambahan modal tersebut rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perseroan meningkat menjadi 18 persen. Dengan rasio permodalan tersebut cukup aman untuk menghadapi guncangan ekonomi akibat Covid-19.
Saat ditanya apakah penambahan modal ini karena ada tekanan dari kenaikan kredit bermasalah, Tahir membatahnya. Menurutnya, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perseroan berada di level 2,4 persen secara net.
“Restrukturisasi kredit juga tidak besar. Jadi NPL kami terkontrol masih di level 2,4 persen,” terangnya.
Namun, Tahir tak membantah bahwa penambahan modal yang cukup besar pada tahun ini untuk menyeimbangkan neraca keuangan antara kredit dengan dana. Apalagi isu perebutan dana cukup berpengaruh pada pengetatan likuiditas perbankan.
Bank Mayapada juga sempat disebut dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama enam bank lain di laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019. Dalam laporan itu, BPK menyoroti pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak sesuai ketentuan.
BPK menemukan adanya beberapa permasalahan, yaitu terkait dengan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan seorang direksi yang tidak mempertimbangkan pelanggaran penandatanganan kredit di Bank Mayapada.
Selain itu, BPK menemukan adanya indikasi pelanggaran batas minimum pemberian kredit (BMPK), kredit bermasalah yang belum diselesaikan, serta underlying transaksi terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito atas nama Komisaris Utama Bank Mayapada.
Namun, pada Rabu (13/5/2020), manajemen perseroan menyebutkan temuan yang bersifat administratif dan operasional tersebut adalah hasil audit OJK pada 2019. Seluruh temuan tersebut sudah diselesaikan sesuai ketentuan OJK.
“Seluruhnya sudah diselesaikan sesuai dengan tenggat waktu, aturan, dan ketentuan OJK yang berlaku,” kata Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi, kala itu.
Temuan tersebut sempat diviralkan dan menjadi kabar bohong atau hoaks sehingga berpengaruh pada likuiditas sejumlah bank, termasuk Mayapada. Namun, Tahir memastikan dampak pada isu tersebut tidak besar dan sudah mereda.
“Rasio LDR [loan to deposit ratio] kami aman, sebesar 76 persen. Jadi likuiditas cukup longgar,” ujarnya. Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2020, laba bersih Bank Mayapada mencapai Rp79,21 miliar.
Angka itu turun 44,52 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp142,78 miliar.
Pendapatan bunga bersih tercatat negatif Rp181 miliar, dari kuartal pertama tahun lalu masih positif Rp689 miliar. Untungnya, perseroan mencatatkan pemulihan atas cadangan kerugian penurunan nilai menjadi Rp686 miliar dari Rp73 miliar.
Beban kerugian penurunan nilai juga turun menjadi Rp81 miliar dari kuartal pertama tahun lalu yang mencapai Rp247 miliar.
Adapun, baki kredit kuartal pertama tahun ini tercatat Rp52 triliun, dengan total dana pihak ketiga mencapai Rp73 triliun. Total aset pada awal tahun ini senilai Rp89 triliun.
Kualitas kredit perseroan mulai tampak melemah dengan rasio NPL secara gross berada pada level 6,94 persen, naik 195 basis poin dari periode sama 2019.
Penyuntikan modal oleh pemilik, Tahir terkorelasi dengan penurunan kinerja tersebut. Sehingga memperbaiki NPL perseroan yang sempat menekan kemampuan perseroan dalam mencetak untung.
Total penyuntikan dana Rp4,5 triliun itu, terbagi atas penjualan 3 gedung yang dibeli oleh bank Mayapada sendiri dengan Rp3,5 triliun. Kemudian sisanya dalam bentuk dana segar.
Tahir juga sempat menyebutkan bahwa keluarganya turut menempatkan dana berupa deposito guna memperkuat likuiditas. Dana yang ditempatkan mencapai Rp1,36 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel