Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai rencana merger perbankan syariah milik bank umum milik negara (BUMN) sebaiknya tidak dilakukan dan diganti dengan sejumlah alternatif.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan saat ini jumlah bank syariah masih relatif terbatas daripada melakukan merger, lebih baik membiarkan bank-bank syariah BUMN untuk tetap bersaing dan mendorong semakin tumbuhnya perbankan syariah.
Menurut Piter, daripada melakukan merger, pemerintah sebaliknya melakukan pengembangan bisnis halal secara lebih progresif. Dengan hal tersebut, pengembangan perbankan syariah akan lebih maju lagi.
"Menurut saya rencana merger tidak positif untuk mendorong perbankan syariah," katanya kepada Bisnis, Jumat (3/7/2020).
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institute Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan merger perbankan syariah BUMN bukan hal baru, melainkan muncul sejak masa akhir pemerintahan SBY. Pada era pertama, pemerintah Jokowi, wacana ini juga kembali muncul.
Menurutnya, banyak hal yang harus disiapkan terkait rencana merger pada Februari 2021. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi yakni perlunya kesepakatan bersama antara bank himbara dan akan bisa dipercepat jika ada intervensi dari Kementerian BUMN.
"Segala perbedaan yang muncul dari segi kultur dan teknologi harus bisa diselesaikan," katanya.
Selain itu, konsolidasi anak usaha bank BUMN, tidak otomatis akan menaikkan market share keuangan syariah karena tidak menambah jumlah aset. Meskipun setelah merger, kinerja akan semakin kuat dan tembus nomor tujuh atau delapan bank terbesar Indonesia mengingat posisi Mandiri Syariah yang telah masuk jajaran 15 bank terbesar di Indonesia.
Menurutnya, merger ini cukup menarik, karena bank konvensional yang menjadi pemilik anak usaha syariah bersatu untuk menjadi pemegang saham perbankan syariah yang melakukan merger. Pasalnya, di lapangan, kerap kali terjadi tarik menarik kepentingan antara induk usaha dengan anak usaha.
Sementara itu, kemungkinan perbankan syariah yang dimerger akan dimiliki oleh anggota Himbara sehingga tarik menarik kepentingan bisa menjadi tantangan selanjutnya.
Dengan kemungkinan tersebut, Irfan pun meragukan kemunkinan rencana merger perbankan syariah akan rampung pada Februari 2021. paling tidak dibuuhkan satu tahun untuk persiapan, dan tamabahn satu hingga dua tahun lagi untuk penguatan internal yang berkaiatn dengan restrukturisasi hingga jumlah karyawan.
"Kemudian jangan sampai, satu payung saja berbeda, kalau ini adalah merger harus dikelola jangan sampai berbeda dengan satu bank induk jadi ada beberapa bank induk sehingga ada tarik ulur, ini yang harus diantisipasi," katanya.
Menurutnya, ada altenatif lain yang bisa dilakukan pemerintah ketimbang melakukan merger, yakni konversi. Irfan mengusulkan untuk mengkonversi BTN menjadi BTN Syariah sehingga aset perbankan syariah naik signifikan hingga 10%.
"Kalau anak-anak [anak usaha syariah Himbara] ini tidak tambah market share, tetapi memperkuat sehingga modal inti nambah dan jadi Bank BUKU IV. Opsi ini harus dikaji matang dan tidak perlu tergesa-gesa di Februari 2021, perlu kajian matang sehingga saat implementasi tidak merugikan perbankan syariah secara keseluruhan,' katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel