Dampak Covid-19, Ini 5 Provinsi dengan Jumlah PHK Terbanyak!

Bisnis.com,04 Jul 2020, 16:29 WIB
Penulis: Newswire
Ilustrasi/adweek.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut ada lima provinsi yang paling terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga pekerja dirumahkan selama pandemi Covid-19.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Haiyani Rumondang mengatakan kelima provinsi yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, dan Jawa Timur.

“Dalam catatan kami ada total 3 juta pekerja yang di-PHK, dirumahkan, dan ada juga migran yang dipulangkan atau gagal berangkat,” kata Haiyani, Sabtu (4/7/2020).

Dia menambahkan Kementerian telah menjalankan enam kebijakan untuk mencegah masalah ketenagakerjaan terjadi berlarut-larut. Pertama, Menteri Ketenagakerjaan telah merilis surat edaran terkait perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan usaha.

Kedua, pihaknya melarang dan menghentikan sementara tenaga kerja dari China serta pelarangan sementara orang masuk ke Indonesia selama masa pembatasan sosial berskala besar. Ketiga, menghentikan sementara pekerja migran Indonesia ke negara-negara penempatan.

Selanjutnya, Keempat, Kemenaker mengeluarkan surat edaran pembayaran tunjangan THR dan keagamaan. Dalam beleid itu dirincikan mekanisme pembayaran jaminan hak-hak pekerja.

Kelima, imbuhnya, adanya relaksasi BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan terakhir, Menteri disebut telah merilis surat edaran jaminan kecelakaan kerja dalam kasus Covid-19.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan jumlah pekerja terdampak Covid-19 yang dihimpun Kemenaker jauh berbeda dengan data asosiasi. Tercatat, total pekerja terimbas wabah sudah mencapai lebih dari 6 juta.

Pemerinciannya, 430 pekerja berasal dari sektor usaha hotel, restoran sebanyak 1 juta orang, tekstil 2,1 juta orang, sepatu 500 ribu orang, retail 400 ribu orang, farmasi 200 ribu orang dan sektor transportasi 1,4 juta orang. Adapun, jumlah ini bisa bertambah seandainya pemerintah tidak signifikan mengambil kebijakan.

“Yang harus dilakukan, pemerintah harus melakukan kalibrasi regulasi, menata ulang peraturan, itu yang paling utama,” tutur Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini