Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian BUMN berencana menggabungkan atau melakukan merger perbankan syariah pada Februari 2021. Rencana ini pun menuai pro dan kontra.
Berdasarkan data OJK, pangsa pasar dari keuangan syariah terhadap sistem keuangan di Indonesia per April 2020 mencapai 9,03 persen dengan total aset keuangan syariah Indonesia, tidak termasuk saham syariah, mencapai Rp1.496,05 triliun.
Posisi ini mengalami kenaikan dari posisi 2019 yang sebesar 8 persen Per April 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan market share keuangan syariah mampu mencapai 20 persen pada rentang waktu 2023-2024.
Dari sisi perbankan, aset bank syariah masih tergolong rendah yakni sebesar 6,07 persen per April 2020 yang berasal dari 20 unit usaha syariah, 14 bank umum syariah, dan 163 BPR Syariah. Per April 2020, total aset perbankan syariah mencapai Rp534,86 triliun.
Sementara itu, dengan merger perbankan syariah, dinilai hanya akan menggabungkan aset, tetapi tidak meningkatkan nilai untuk industri. Meskipun, rencana merger ini akan menguatkan kinerja perbankan syariah di Indonesia.
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institute Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan merger perbankan syariah yang dimiliki oleh BUMN bukan hal baru, melainkan muncul sejak masa akhir pemerintahan SBY. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, wacana ini juga kembali muncul.
Konsolidasi anak usaha Himbara, tidak otomatis akan menaikkan market share keuangan syariah karena tidak menambah jumlah aset. Meskipun setelah merger, kinerja akan semakin kuat dan kemungkinan akan menembus tujuh atau delapan bank terbesar Indonesia mengingat posisi Mandiri Syariah yang telah masuk jajaran 15 bank terbesar di Indonesia.
Karyawan melayani nasabah saat transaksi di Kantor Cabang Mandiri Syariah Thamrin, Jakarta, Senin (25/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Menurutnya, ada altenatif lain yang bisa dilakukan pemerintah ketimbang melakukan merger, yakni konversi. Irfan mengusulkan untuk mengkonversi BTN menjadi BTN Syariah sehingga aset perbankan syariah naik signifikan hingga 10 persen.
"Kalau anak-anak [anak usaha syariah Himbara] ini tidak tambah market share, tetapi memperkuat sehingga modal inti nambah dan jadi Bank BUKU IV. Opsi ini harus dikaji matang dan tidak perlu tergesa-gesa pada Februari 2021, perlu kajian matang sehingga saat implementasi tidak merugikan perbankan syariah secara keseluruhan," katanya kepada Bisnis, Jumat (3/7/2020).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan saat ini jumlah bank syariah masih relatif terbatas. Daripada melakukan merger, lebih baik membiarkan bank-bank syariah BUMN untuk tetap bersaing dan mendorong semakin tumbuhnya perbankan syariah.
Menurutnya, daripada melakukan merger, pemerintah sebaliknya melakukan pengembangan bisnis halal secara lebih progresif. Dengan hal tersebut, pengembangan perbankan syariah akan lebih maju lagi.
"Menurut saya rencana merger tidak positif untuk mendorong perbankan syariah," katanya kepada Bisnis, Jumat (3/7/2020).
Pelayanan di salah satu bank syariah./Ilustrasi-Bisnis
Di sisi lain, peneliti senior INDEF Enny Sri Hartati menganggap bahwa konsolidasi perbankan BUMN harusnya sudah dilakukan sejak dahulu di Indonesia. Namun, hingga saat tidak pernah direalisasikan oleh pemerintah.
Enny menganggap tidak ada yang salah dengan wacana merger yang diajukan oleh Erick Thohir, tetapi dengan kondisi Indonesia saat ini maka mengharuskan proses konsolidasi berjalan tepat dan hati-hati.
“Konsolidasi bank-bank itu kan sudah dari dulu mestinya dilakukan, tetapi tidak dilakukan. Jadi, satu poin itu adalah wacana yang bagus. Namun, konsolidasi ini juga perlu kecepatan dan ketepatan program karena saat ini sedang ada pandemi Covid-19," katanya.
Eny menilai pemerintah memang perlu mengkaji lebih jauh detail terkait rencana merger tersebut karena akan mengubah kelembagaan.
Merger perlu dilakukan dengan persiapan matang dan terencana. Jika konsolidasi berhasil dijalankan dengan baik dan benar, maka bank-bank BUMN juga bisa dikonsolidasi seluruhnya, tidak hanya yang syariah.
“Perubahan kelembagaan harus terencana dengan baik dan sebagainya karena menyangkut berbagai aspek, tidak hanya sekadar digabungkan. Jika proses konsolidasi dilakukan dengan benar, jangankan yang syariah, seluruh bank BUMN konvensional juga perlu berkonsolidasi, kalau tidak kita sulit untuk bertarung dengan global,” sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel