Pemberian Kredit Kendaraan Pascapandemi Bakal Lebih Ketat, Ini Alasannya

Bisnis.com,08 Jul 2020, 20:02 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Strategi memperketat pemberian pinjaman kendaraan bermotor merupakan langkah perusahaan pembiayaan menjaga keberlangsungan hidupnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan, hal ini berkaca pada momentum permintaan restrukturisasi kredit yang mulai sepi, sehingga pelaku usaha multifinance mulai berani merambah pembiayaan baru.

Namun, menurutnya, pelaku usaha masih akan menerapkan persyaratan ketat, terutama untuk kredit kendaraan karena ekonomi belum pulih betul. Hanya orang yang benar-benar butuh, mau, dan punya komitmen yang bisa diberi pinjaman.

"Kalau kendaraan, misalnya, orang yang siap menyediakan uang muka tinggi 30% sampai 40%. Minimal kita bisa lihat orang ini serius. Kalau yang DP kecil-kecil, income pas-pasan, hanya beli untuk coba-coba, nanti kalau ada gejolak lagi, tidak bisa nanti bayar cicilan," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (8/7/2020).

Menurut Suwandi, hal ini tentu membuat volume piutang pembiayaan secara umum semakin menurun.

Sekadar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mencatat piutang pembiayaan tercatat turun sejak awal Covid-19 atau Maret 2020 senilai Rp451,82 triliun menjadi Rp444,55 triliun pada April 2020.

Terkini, piutang pembiayaan multifinance hanya Rp425,82 triliun per Mei 2020 atau terjadi penurunan untuk piutang pembiayaan sebesar 5,1 persen (year-on-year/yoy).

Namun, menurutnya, langkah ini lebih tepat daripada volume pembiayaan terus bertambah tapi kualitasnya buruk sehingga membuat rasio kredit yang bermasalah atau non performing financing (NPF) naik.

"Memang tidak bisa dapat volume. Namanya juga habis baik dari sakit setelah pandemi. Semuanya duit habis. Ini baru mulai lagi, tapi memang tidak bisa langsung lari," tambahnya.

Suwandi juga menjelaskan bahwa hal ini dipengaruhi besar dengan tutupnya perusahaan-perusahaan mobil hingga pertengahan 2020, serta mengoreksi proyeksi penjualan unit kendaraan hingga separuh target awalnya.

"Proyeksi penjualan mobil saja sudah tidak sama, dari tahun lalu 1,1 juta unit menjadi 500.000 unit saja. Pasti kita juga turun, tumbuh nol saja sudah bagus. Masalahnya [sisi konsumtif] barangnya ada, tidak ada yang minat beli. Kendaraan bekas itu tertolong karena kebutuhan. Kalau yang produktif, kita tergantung dunia usaha, semoga mereka cepat bangkit," tutupnya.

Seperti diketahui, berdasarkan statistik OJK per April 2020, pembiayaan kendaraan pascapuncak pandemi Covid-19 di beberapa kota besar mengalami koreksi terutama untuk kendaraan baru.

Namun pembiayaan kendaraan roda empat bekas pada April 2020 tercatat mencapai Rp58,69 triliun, masih tumbuh tipis 0,54% (month-to-month/mtm) dari Maret 2020 yang berada di angka Rp58,37 triliun.

Adapun, pembiayaan sepeda motor bekas yang pada April 2020 mencapai Rp23,23 triliun pun tercatat naik 3,97% (mtm) dari Maret 2020 yang berada di angka Rp22,35 triliun.

Sebaliknya, pembiayaan mobil baru sebesar Rp131,14 triliun pada April 2020, tercatat turun secara bulanan 2,63% (mtm) dari angka Rp134,69 triliun pada Maret 2020.

Hal serupa dirasakan objek kendaraan roda dua baru, yang tercatat turun sebesar 4,04% (mtm) dari angka Rp83,9 triliun pada Maret 2020 ke angka Rp80,51 triliun pada April 2020.

Terakhir, pembiayaan mobil pengangkutan yang masuk sektor produktif tercatat terus naik sejak awal 2020 hingga mencapai Rp49,69 triliun per Maret 2020, harus anjlok lagi sebesar 1,22% (mtm) atau ke angka Rp49,08 triliun pada April 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini