Bisnis.com, JAKARTA - Grup konglomerasi bank internasional HSBC mendukung perjanjian bersama negara-negara anggota Asean untuk meningkatkan kerja sama reformasi dan integrasi dalam rangka membendung dampak kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19.
Perjanjian tersebut menutup KTT tahunan pemimpin Asean yang berakhir pada 26 Juni. HSBC secara khusus menekankan pentingnya perdagangan dan keterbukaan digital dan menghubungkan upaya-upaya stimulus fiskal di wilayah ini dengan tujuan pembangunan berkelanjutan secara global.
Adapun, Komisaris Utama PT Bank HSBC Indonesia, Matthew Lobner mengatakan perseroan bersama group mendukung inisiatif negara-negara anggota Asean untuk memperkuat upaya bersama dalam mengatasi dampak ekonomi Covid-19.
"Ketika Asia Tenggara mulai dibuka kembali, negara-negara anggota Asean tidak dapat mengupayakan pemulihan ekonomi secara terpisah. Alasannya sederhana, Asia Tenggara selalu lebih kuat saat bersatu ketimbang berjalan sendiri-sendiri," katanya dalam siaran pers Bank HSBC Indonesia, Rabu (8/7/2020).
Adapun dia menyebutkan rantai pasokan telah terjalin kuat di kawasan ini, mencakup produk elektronik, mobil, tekstil hingga pakaian. Negara di bagian ini pun berkembang karena kemampuan Asean dalam mengurangi tarif perdagangan dan investasi di antara 10 negara anggota.
"Hasilnya telah membawa lebih dari 650 juta penduduk wilayah ini menuju kemakmuran," katanya
Untuk membangun pemulihan ekonomi dan ketahanan rantai pasokan, HSBC group pun menyarankan tiga pilar reformasi: arus perdagangan dan investasi; konektivitas digital; dan menghubungkan proyek pembangunan bangsa dengan tujuan pembangunan berkelanjutan serta komitmen iklim yang disepakati secara global.
Pembukaan kembali perdagangan dan investasi melalui multilateralisme. HSBC pun mendukung penghapusan berkelanjutan terhadap hambatan non-tarif (non-tarrif barriers) yang menjamur di Asia Tenggara, serta adopsi mekanisme dan perjanjian dagang yang akan memungkinkan arus perdagangan yang lebih bebas.
Hal ini termasuk penghapusan hambatan non-tarif (non-tarrif barriers) seperti meningkatkan batas minimum barang yang wajib memiliki Surat Keterangan Asal (mengurangi birokrasi bagi bisnis yang sudah di bawah tekanan); dan membuat proses bea cukai otomatis.
HSBC juga mendoring penerapan Asean Single Window. Adapun konglomerasi bank ini pun secara resmi menandatangani dan meratifikasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang telah disepakati yang mencakup 30% populasi dunia dan 29% PDB dunia (termasuk semua negara Asean)
Perusahaan juga berharap negara- negara aggota Asean untuk membangun konektivitas digital yang lebih kuat. Terlebih, Covid-19 telah membawa sektor e-commerce digital ke dalam situasi krisis.
"Jika kawasan tidak menyepakati standar bersama mengenai manajemen data lintas-batas dan perdagangan digital, potensi perkembangan ekonomi digital di Asean akan berkurang," sebutnya.
Matthew pun berharap kerangka kerja yang telah disepakati, seperti ‘Asean Digital Integration Framework Action Plan’ dan ‘Asean Framework on Digital Data Governance’ harus diterapkan untuk menyelaraskan aturan dari tiap negara.
"Hal ini penting bagi Indonesia, terutama untuk sektor UMKM yang berkontribusi sebesar 60% terhadap PDB di tahun 2018. Kami menyadari bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian di Indonesia, dan konektivitas digital penting untuk ekspansi bisnis di masa depan,” ujar Matthew.
Dia pun berpendapat pentingnya untuk menghubungkan stimulus fiskal dengan pembangunan berkelanjutan.
Untuk menghadapi tantangan yang mungkin terjadi akibat Covid-19, negara-negara anggota Asean telah sepakat untuk menempatkan Dana Pemulihan Pandemi Asean, yang akan melibatkan proyek-proyek pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi.
HSBC pun merekomendasikan desain Dana dan proyek-proyek yang dipilih agar konsisten dengan target iklim yang telah disepakati secara global, dengan tujuan dan komitmen yang berkelanjutan.
“Kita semua tahu bahwa Asia Tenggara harus meningkatkan infrastrukturnya agar bisa memenuhi potensi ekonomi kawasan tersebut, disamping itu kita juga tahu bahwa peningkatan tersebut harus dilakukan dengan sebuah cara yang berkelanjutan. Hal-hal yang harus segera dilakukan untuk menstimulasi ekonomi melalui program pembangunan bisa -dan harus- konsisten dengan tujuan-tujuan jangka menengah dari pembangunan yang berkelanjutan,” tutup Matthew.
Adapun, Bank HSBC Indonesia memiliki baki kredit Rp71,75 triliun pada kuartal pertama tahun ini, lebih tinggi dari posisi awal tahun yang tercatat Rp65,65 triliun. Rasio kredit bermasalah berada pada 2,56%, turun dari periode sama tahun lalu 2,72%.
Sayangnya profitabilitas tidak seprogresif tahun lalu. Laba bersih awal tahun tercatat Rp467 miliar, terpangkas lebih dari setengah dari periode sama 2019 Rp1,03 triliun.
Pendapatan bunga yang stagnan, peningkatan beban CKPN, sekaligus penurunan nilai wajar dari aset spot dan derivatif menjadi indikator utama menurunnya keuntungan HSBC Holding plc pada perseroan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel