Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat mesti jeli terhadap modus pinjaman online (pinjol) ilegal yang kian beragam, ditambah para pelaku yang sengaja memanfaatkan psikologi masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Misalnya, menggunakan nama yang mirip-mirip fintech peer-to-peer (P2P) lending resmi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hanya beda satu huruf atau spasi. Ada pula yang berkedok koperasi simpan-pinjam, atau memiliki laman media sosial yang meyakinkan.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) sekaligus Kepala Departmen Penyidik Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L. Tobing menjelaskan setidaknya ada 4 tips yang bisa dipegang masyarakat agar tak terjebak pinjol ilegal.
"Pertama, gunakanlah fintech P2P lending resmi, pegang datanya dari laman OJK, cek legalitas mereka," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (10/7/2020).
Kedua, pastikan semua pinjaman sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan bayar. Pasalnya, pinjol ilegal biasanya tak terlalu mempertimbangkan hal tersebut, asalkan borrower sepakat membayar fee dan bunga yang biasanya dipatok tinggi.
"Jangan sampai meminjam itu untuk gali lubang tutup-lubang. Ketiga, pastikan niat pembiayaan itu dari awal untuk sektor produktif, yang bisa meningkatkan perekonomian keluarga," tambahnya.
Terakhir, Tongam berharap masyarakat mencermati risiko yang akan diambil. Masyarakat perlu lebih kritis karena biasanya pinjol ilegal mempersyaratkan sesuatu yang tidak sesuai logika.
"Misalnya kalau fee-nya besar sekali, pinjam Rp1 juta cuma diberikan Rp600.000, belum bunganya berapa, itu patut dicurigai. Kemudian kalau ada aplikasinya, dia meminta data apa dari telepon genggam kita. Berpotensi mengganggu privasi kita atau tidak, ini perlu dicermati," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Tongam berharap besar masyarakat turut berperan aktif mengedukasi sesama yang benar-benar membutuhkan dana, serta melaporkan kepada SWI dan OJK apabila menemui praktik-praktik Pinjol atau investasi ilegal.
"Apalagi potensi pasarnya pinjaman online ini sangat tinggi, kalau kita tidak bergerak, banyak masyarakat yang dirugikan. Finansial mereka kena, karena fee dan bunganya. Belum lagi tata cara penagihannya nanti yang sangat menyakitkan, serta ada potensi pencurian data pribadi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel