Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memberikan relaksasi ke perbankan terkait keterlambatan pembayaran premi. Adapun, lembaga tersebut mendapatkan wewenang baru untuk mencegah terjadinya bank gagal dengan melakukan penempatan dana.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan pihaknya tidak bisa membantu penyelamatan bank melebihi ketentuan 30 persen dari total kekayaan. Dengan demikian, dari aset senilai Rp128 triliun, LPS hanya bisa menyisihkan dana senilai Rp38,4 triliun untuk menempatkan dana pada bank.
Dia pun mengakui saat ini likuiditas LPS relatif tidak bertumbuh karena ada pemberian keringanan pada bank dalam menyetorkan premi. Namun, kenaikan likuiditas LPS bisa datang dari hasil investasi yang dilakukan.
Terkait ketentuan likuiditas LPS minimal telah diatur dalam PP 49/2017 tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam aturan tersebut, setiap enam bulan sekali, LPS menyampaikan kebutuhan likuiditas dan akan ditangani pemerintah jika terjadi di bawah tresshold.
"LPS bisa ajukan pinjaman, dalam konteks Perppu 1/2020, pemerintah bisa terbitkan surat berharga negara dijual ke BI dan uangnya kan digunakan untuk tambah kebutuhan likuiditas ketika bank-bank bermasalah," katanya, Jumat (10/7/2020).
Halim menegaskan penempatan dana yang dilakukan LPS juga memiliki proses. Bahkan, tidak semua bank eligible dalam mendapatkan bantuan likuiditas tersebut.
Apabila terdapat masalah dalam tata kelola bank ataupun tidak patuh pada ketentuan OJK, juga menjadi pertimbangan LPS dalam memberikan penempatan dana.
"LPS berikan penemapatan dana pada bank yang mengalami masalah keuangan, dan masalah keuangan kalau dibiarkan bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan dan ini sifatnya hanya sementara," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel