Bisnis.com, JAKARTA — Penentuan program penyehatan Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 dinilai harus dilakukan oleh seluruh pihak, mencakup jajaran manajemen, Rapat Umum Anggota atau RUA, beserta Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamrussamad menjelaskan bahwa kondisi Bumiputera saat ini perlu mendapatkan perhatian besar dari para pemangku kepentingan. Perseroan mencatatkan gagal bayar klaim Rp5,3 triliun dari empat juta nasabahnya.
Dia menilai bahwa dalam kondisi saat ini, persoalan Bumiputera harus diselesaikan oleh seluruh pihak. Salah satu instrumen pendukung upaya tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP) 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama.
"Solusi yang tepat adalah memastikan implementasi PP 87/2019 dengan memulai perundingan antara pemangku kepentingan, yaitu RUA, Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dengan pihak OJK untuk membuat program bersama penyelamatan Bumiputera," ujar Kamrussamad kepada Bisnis, Rabu (15/7/2020).
PP tersebut memuat sejumlah poin yang harus dipenuhi oleh Bumiputera, di antaranya adalah perubahan bentuk Badan Perwakilan Anggota (BPA) menjadi RUA dengan sejumlah ketentuannya. RUA itu kemudian bertugas merumuskan Anggaran Dasar yang baru bersama jajaran direksi.
Upaya penyehatan itu, menurut Kamrussamad, harus berorientasi kepada pemenuhan hak para pemegang polis. Selain itu, kesejahteraan seluruh karyawan Bumiputera pun perlu menjadi perhatian manajemen.
Gagal bayar klaim Bumiputera dikabarkan terjadi dalam dua tahun terakhir. Adapun, berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, perseroan telah mengalami defisit sejak 2004 dan terus membengkak hingga saat ini.
Satu-satunya asuransi berbentuk usaha bersama (mutual) di Indonesia itu mencatatkan selisih aset dan liabilitas negatif Rp2,7 triliun pada 2004. Jumlahnya mulai meningkat menjadi Rp5,8 triliun pada 2009, Rp8,5 triliun pada 2010, Rp16,9 triliun pada 2011, hingga menjadi Rp20,7 triliun pada 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel