Bagaimana Prospek BCA Setelah Aksi Para Direksi Lepas Saham?

Bisnis.com,16 Jul 2020, 10:35 WIB
Penulis: Azizah Nur Alfi
Pekerja membersihkan dinding kantor Bank Central Asia (BCA) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (16/6/2020). Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Aksi para direksi PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjual saham perseroan beberapa hari lalu menjadi perhatian publik. Lantas, bagaimana prospek sahamnya?

Tercatat enam direksi kompak menjual saham BBCA pada 7 Juli-10 Juli 2020 total sebanyak 710.900 lembar saham dengan nilai hasil penjualan Rp21,85 miliar. Harga penjualan saham sebagian besar di kisaran Rp31.000 per saham.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menegaskan tidak ada alasan khusus mengenai pelepasan saham BCA yang dimiliki akhir-akhir ini. Ini merupakan transaksi biasa seperti yang dilakukan para investor. Menurutnya, aksi tersebut merupakan bagian dari diversifikasi portofolio investasi, salah satunya ke Surat Berharga Negara (SBN).

"Ada istilah kalau investor, telur jangan ditaruh di satu keranjang. Harus pilah-pilah. Kalau ada saham BCA, ada saatnya jual. Investasi yang lain," kata Jahja, awal pekan ini. "SBN dibeli karena menarik. Mau ke reksadana, saham properti, bebas saja, gak ada apa-apa [jual saham BCA]," imbuhnya.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee melihat penjualan saham tersebut sebagai aksi profit taking investor. Apalagi, jumlah saham yang dijual tidak begitu besar.

Saham yang dijual sekitar 1,25%-36,47% dari jumlah kepemilikan saham sebelum transaksi. Misalnya, setelah transaksi jual saham 100.000 lembar, Presdir BCA masih memiliki 8 juta saham perseroan dengan status kepemilikan langsung.

"Kita tidak merasa bahwa ada perubahan kinerja yang jelek, sehingga mereka melepas saham BCA," katanya, Rabu (15/7/2020).

Keterangan (Rp miliar)Desember 2019Mei 2020Pertumbuhan (%)
Kredit588.250,95595.028,741,15
DPK   
Giro184.945,20192.675,604,18
Tabungan345.633,76382.893,2210,78
Simpanan berjangka168.725,62181.588,627,62
Sumber: laporan bulanan Mei 2020

Secara fundamental, kinerja BBCA masih mencatatkan pertumbuhan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pada Mei 2020, penyaluran kredit perseroan masih tumbuh 1,15% dari Desember 2019 (year to date/ytd), meski lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu yaitu 3,15%. Dari sisi DPK juga tumbuh 8,27% secara ytd per Mei 2020, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,73%.

Retrukturisasi kredit memang menjadi tekanan bagi industri perbankan, termasuk BCA. Namun Hans menilai BCA menjadi bank yang paling kuat dan bisa bertahan dalam periode pandemi Covid-19 dibandingkan bank lainnya. Ini melihat kualitas aset dan pengalaman penyaluran kredit yang baik.

Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross BCA sebesar 1,60% pada akhir Maret 2020, sedangkan, rasio pencadangan terhadap kredit bermasalah perseroan mencapai 229,8%, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 171,4%.

"Semua bank mengalami tekanan yang sama. Dan saya pikir BCA yang besar bisa survive. Jadi sahamnya dapat sentimen positif dari sana," imbuhnya.

Dihubungi terpisah, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji memperkirakan terkait aksi lepas saham perseroan oleh para direksi merupakan bagian dari strategi investor karena harga sahamnya yang sudah uptrend.

Nafan Aji memberikan target harga saham BBCA Rp37.600 dalam jangka panjang. "BCA sudah uptrend. TP jangka panjang Rp37.600, akumulasi beli," sarannya.

Dalam perdagangan Rabu (16/7/2020), saham BBCA ditutup pada level harga Rp30.750 per saham, turun 0,81% dari harga penutupan perdagangan hari sebelumnya. Sepanjang tahun berjalan, harga sahamnya sudah terkoreksi 8%. Meski begitu, tingkat koreksi saham BBCA menjadi yang paling rendah dibandingkan dengan emiten perbankan big caps lainnya.

Dalam catatan Bisnis, terkait dampak pandemi Covid-19, BCA telah menerima pengajuan restrukturisasi sebanyak 92.771 debitur dengan nilai baki debet Rp92,11 triliun miliar atau 15,46% dari total baki debet hingga Mei 2020.

Dari jumlah tersebut, pengajuan restrukturisasi terbesar berasal dari segmen konsumer, diikuti segmen kecil, segmen menegah, dan korporasi. BCA memproyeksi hingga akhir tahun pengajuan restrukturisasi akan sebesar 20%-25% dari total baki debet.

Keterangan20152016201720182019kuartal I/2020kuartal I/2019
Rasio NPL bruto (%)0,701,301,501,401,301,601,47
Laba bersih periode berjalan (Rp triliun)18,0020,6023,3025,9028,606,586,06

Sumber: annual report dan laporan keuangan kuartal I/2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini