Kisruh RUU Ciptaker: Pemerintah Dinilai Tidak Terbuka

Bisnis.com,17 Jul 2020, 08:23 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan aksi memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (1/5/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai polemik muncul dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) disebabkan karena pemerintah tidak terbuka kepada pemangku kepentingan.

"Jangan alergi dengan berunding. Masalah utama penyelesaian RUU Omnibus Law adalah komunikasi dengan masyarakat, termasuk di kluster Ketenagakerjaan. Menurut saya, kita harus berpikir secara nasional ke depannya. Baik pemerintah, pengusaha, dan SP bisa lebih berkomunikasi," tuturnya kepada Bisnis, Kamis (16/7/2020).

Hal tersebut, sambungnya, kontraproduktif dengan tujuan RUU Ciptaker sendiri. Pasalnya, harapan investasi untuk dapat berbondong-bondong masuk ke Indonesia bisa batal lantaran suasana yang tidak kondusif dan kepastian hukum yang belum rampung.

Terlebih lagi, krisis perekonomian akibat pandemi virus Corona (Covid-19) juga mesti menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan RUU Ciptaker. Para investor dinilai belum juga memberikan kepastian terkait dengan rencana investasi ke depan dengan adanya pandemi ini.

"Kalau pun aturan ini selesai Agustus [2020], belum tentu dapat menarik investor yang juga terdampak Covid-19. Investasi tidak secara otomatis akan masuk karena ini ada krisis global. Bagusnya, [pemerintah ] tidak usah terburu-buru dan memulai pembicaraan dengan serikat pekerja serta akademisi," lugasnya.

Ketika ditanya Bisnis soal tindak lanjut pemerintah atas polemik yang sedang berlangsung, pihak Kementerian Ketenagakerjaan belum bisa memberikan jawaban.

Di sisi lain, hubungan antara serikat pekerja dan pengusaha di dalam Tim Teknis Omnibus Law RUU Ciptaker yang dibentuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan tersebut memang sudah tidak harmonis dalam beberapa waktu belakangan.

Dalam pertemuan pertama tim awal Juli 2020 lalu, pihak Apindo dan Kadin mengembalikan konsep tertulis yang diserahkan oleh serikat pekerja. Hal itu, merupakan awal dari ketidaksesuaian tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan setidaknya terdapat 4 alasan KSPI dan KSPSI mengundurkan diri dari Tim Teknis.

Pertama, tim tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dan kesepakatan apapun, melainkan hanya mendengarkan masukan dari masing-masing unsur.

Kedua, unsur Apindo/Kadin dianggap arogan dengan mengembalikan konsep RUU usulan dari unsur serikat pekerja serta tidak mau menyerahkan usulan konsep Apindo/Kadin secara tertulis.

Ketiga, ada kesan pembahasan akan dipaksakan selesai pada 18 Juli 2020. Dengan jumlah pertemuan hanya 4-5 kali, kata Said, serikat buruh menilai tidak mungkin membahas pasal-pasal yang sedemikian berat hanya dalam 4-5 kali pertemuan.

Keempat, lanjut Said, masukan yang disampaikan hanya sekedar ditampung. Tidak ada kesepakatan dan keputusan apapun dalam bentuk rekomendasi dalam menyelesaikan substansi masalah Omnibus Law.

Di sisi lain, pihak Apindo-Kadin berpendapat berbeda. Dalam siaran pers kedua pihak yang diterima Bisnis, dikatakan dokumen yang diserahkan KSPI dalam Pertemuan Tripartit belum mewakili seluruh SP/SB yang hadir

"Dokumen yang diserahkan KSPI dalam Pertemuan Tripartit yang katanya mewakili 'pekerja', setelah dikonfirmasi oleh pimpinan rapat Tripartit, ternyata belum mewakili seluruh SP/SB yang hadir. Di samping itu, dokumen tersebut bukanlah sebuah konsep, melainkan dokumen tersebut berjudul 'Cabut Klaster Ketenagakerjaan Dari RUU Cipta Kerja'," tulis pihak Apindo-Kadin.

Dengan demikian, lanjutnya, pihak pengusaha harus menghormati hal tersebut dengan mengembalikan dokumen tersebut.

Selain itu, dalam undangan resmi Kementerian Ketenagakerjaan untuk Pertemuan Tripartit mengenai RUU Cipta Kerja, dikatakan tidak terdapat agenda untuk tukar-menukar dokumen konsep, melainkan pertemuan lanjutan untuk membahas pasal per pasal dalam RUU Cipta Kerja kluster Ketenagakerjaan.

Adapun, Apindo-Kadin juga telah menyerahkan sikap dan pandangan pihak pengusaha kepada Pemerintah terkait dengan pasal-pasal yang ada di RUU Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2020, tren jumlah tenaga kerja di Tanah Air bergerak positif dengan terus mencatatkan penambahan selama 3 tahun terakhir.

Saat ini, jumlah total tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan utama sampai dengan Februari 2019 sekitar 129 juta, bertambah sekitar 2 juta orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini