Corona Membayangi, Bank Besar Ajukan Revisi Rencana Bisnis ke OJK

Bisnis.com,19 Jul 2020, 12:46 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini & M. Richard
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Beberapa bank besar menyatakan telah mengajukan revisi rencana bisnis bank (RBB) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam revisi RBB, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menurunkan proyeksi pertumbuhan kredit dari 13 persen hingga 15 persen menjadi kisaran 4 persen pada tahun ini.

Direktur Keuangan BNI Sigit Prastowo mengatakan revisi RBB tersebut menyesuaikan dengan adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada perekonomian. Selain itu, perubahan target juga seiring dengan revisi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia, yang menjadi minus 0,4 persen hingga 1 persen.

"Covid-19 juga membuat banyak debitur-debitur BNI mengalami kesulitan sehingga dilakukan restrukturisasi antara lain dengan penundaan angsuran pokok dan bunga," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Menurutnya, kondisi perekonomian yang terdampak virus corona dan kesulitan yang dialami debitur, akan berdampak pada penurunan pendapatan bunga. Selain itu Covid-19 juga akan menyebabkan sebagian debitur mengalami penurunan kolektibilitas.

BNI pun saat ini mulai melakukan penambahan biaya pencadangan. Berdasarkan laporan keuangan bulanan BNI, perseroan telah menambah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dari sebelumnya Rp32,184 triliun pada April 2020 menjadi Rp33,491 triliun pada Mei 2020.

Besaran CKPN pada Mei 2020 lebih besar daripada yang dilakukan pada Mei 2019 yang senilai Rp15,390 triliun.

Hanya saja perlu diketahui, penambahan CKPN yang cukup besar tersebut telah dilakukan sejak awal tahun. Pada akhir 2019, besaran CKPN BNI adalah senilai Rp15,84 triliun kemudian menjadi RP31,53 triliun pada kuartal I/2020.

Penambahan CKPN tersebut pun mengerus pertumbuhan laba BNI. Per Mei 2020, BNI membukukan laba senilai Rp4,756 triliun atau tumbuh 0,36 persen dari sebelumnya Rp4,739 triliun pada April 2020. Apabila dibandingkan dengan kondisi periode sama tahun lalu, perolehan laba BNI mengalami penurunan 12,19 persen.

"Covid-19 juga akan menyebabkan sebagian debitur diperkirakan menurun kolektibilitasnya sehingga diperlukan tambahan pencadangan. Jadi, laba tentu akan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya," katanya.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. juga telah mengajukan revisi RBB pada tahun ini. Semula, perseroan memproyeksikan kredit pada tahun ini tumbuh sekitar 10-11 persen

Corporate Secretary Bank Mandiri Rully Setiawan mengatakan pembatasan sosial dalam meredam penyebaran pandemi, yang mulai diberlakukan pada April 2020 telah menyebabkan aktivitas ekonomi terhenti secara mendadak. Hal ini juga berdampak pada kinerja di sektor perbankan.

Menurutnya, Bank Mandiri baru saja selesai merevisi RBB dan telah menyampaikan ke OJK. Dalam revisi ini, perseroan telah menyesuaikan target keuangan dengan memperhatikan dan memperhitungkan dampak pandemi Covid-19, terutama dari sisi kualitas kredit, pertumbuhan bisnis, dan juga target rasio profitabilitas lainnya.

"Kami berharap berbagai langkah afirmatif yang telah diambil pemerintah, OJK, dan otoritas moneter untuk memitigasi dampak pandemi covid-19, termasuk kebijakan pelonggaran PSBB yang telah dilakukan di sejumlah wilayah di Indonesia dan penerapan fase new normal akan berdampak positif dan berkontribusi pada upaya pemulihan ekonomi nasional," katanya.

Setali tiga uang, PT Bank Central Asia Tbk. mengatakan telah mengajukan revisi RBB kepada pihak otoritas. BCA juga terus berkoordinasi dan berkomunikasi secara intens dengan stakeholders dan regulator perbankan serta otoritas terkait. Sebelumnya, bank swasta terbesar di Indonesia ini menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 7 persen hingga 8 persen untuk 2020.

“Terkait pengajuan RBB ini, manajemen akan menyampaikan informasi detail pada laporan hasil kinerja semester I 2020 dalam beberapa waktu ke depan," kata manajemen BCA dalam pernyataan resminya kepada Bisnis, Jumat (17/7/2020).

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja sebelumnya menjelaskan mengatakan risiko kredit perseroan masih terjaga. Namun, permintaan kredit sangat lemah sehingga upaya ekspansif pun sulit dilakukan.

"Kami tidak tahan penyaluran kredit, memang permintaannya yang lesu, keadaan seperti ini kredit untuk apa," katanya.

Meski demikian, Jahja berpendapat pertumbuhan kredit perseroan masih akan positif lantaran sejumlah sektor yang masih memerlukan tambahan modal kerja karena bisnisnya mulai berkembang meski di tengah pandemi.

Perseroan mengklaim akan tetap selektif menyalurkan kredit kepada debitur yang membutuhkan dan sesuai dengan prospek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini