Garuda Dapat Dana Talangan, Bagaimana Nasib Maskapai Swasta?

Bisnis.com,21 Jul 2020, 15:53 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Sejumlah pesawat terpakir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai dapat bertindak sebagai penjamin arus kas bagi maskapai swasta yang memerlukan pinjaman kepada perbankan dan lembaga pinjaman guna mengatasi tekanan finansial yang dihadapi.

Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatman mengatakan saat ini posisi pemerintah memang sulit untuk memberikan dana langsung kepada maskapai swasta sebab pemerintah telah memberikan dana talangan kepada maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).

Selain itu, kata dia, suntikan memang perlu dilakukan ke tubuh Garuda karena kondisi arus kas nya memang sudah rentan sejak lama. Selama ini kendati maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut meraup laba, belum tentu arus kasnya positif.

Menurut Gerry kriteria dan pemberian insentif dari pemerintah kepada maskapai BUMN dan swasta memang berbeda. Namun, lanjutnya, untuk menghindari sikap serba salah dan tidak adil, maskapai swasta perlu diberikan dorongan melalui keterlibatan pemerintah sebagai penjamin arus kas ketimbang maskapai harus menjaminkan aset mereka kepada pihak perbankan.

“Pemerintah bisa bantu jaminkan cashflow. Bukan maskapai menjaminkan aset mereka. Kalau pemerintah kasih uang swasta. Jelas nggak mungkin, tetapi cashflow kalau pemerintah bisa menjamin. Kalau swasta agak susah menjalinkan cashflow kecuali yang sudah besar dan merupakan perusahaan terbuka,” jelasnya, Selasa (21/7/2020).

Dia melanjutkan sebagai bentuk timbal baliknya, maskapai bertanggung jawab menjalankan rencana kerja yang telah disusun dengan menggunakan dana pinjaman tersebut. Pemerintah dapat mencabut jaminan tersebut jika nantinya tidak melaksanakan sesuai dengan rencana yang telah diajukan.

Saat ini, secara garis besar, Gerry menilai maskapai setidaknya masih bisa sedikit bernafas lega dengan tingkat okupansi yang mengalami kenaikan dibandingkan dengan sebelum masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, jika pergerakan masih di kisaran tersebut, maka industri penerbangan masih akan bangkrut.

Maskapai memang perlu mengejar agar tingkat keterisian bisa mencapai 70 persen untuk bisa bernafas lebih panjang sembari menunggu pandemi selesai. Terlebih dengan tingkat pergerakan tersebut maskapai memiliki bukti arus kas untuk bisa melakukan pinjaman ke perbankan.

Data trafik pergerakan yang dihimpun oleh AirNav Indonesia menunjukkan tren peningkatan sejak awal Juni 2020 hingga awal Juli 2020 dibandingkan dengan pada Mei 2020.

Total pergerakan pesawat udara yang dikelola di 285 Cabang AirNav pada Juni 2020 adalah sebanyak 51.228 pergerakan. Atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan pada Mei 2020 sebanyak 27.433 pergerakan.

Saat ini AirNav Indonesia melayani total 657.554 pergerakan pesawat udara sampai dengan kuartal II/2020. Sementara itu, pada kuartal II/2019, AirNav Indonesia melayani 1.000.635 pergerakan pesawat udara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini