Bisnis.com, JAKARTA – Pada akhir 2018, Weni, bukan nama sebenarnya, mengikuti forum Jouska Talks yang digelar PT Jouska Finansial Indonesia. Sebuah forum keuangan yang kemudian mengubah hidupnya.
Di forum itu, Weni menceritakan bertemu CEO Jouska Aakar Abyasa Fidzuno untuk kali pertama. Dia ingat betul, di forum itu Aakar berlinang air mata menceritakan pihak lain yang menyalahgunakan profesi financial planner.
Pasalnya oknum-oknum tersebut menggiring klien untuk menanamkan dananya ke investasi bodong. Weni dan Aakar sepakat mengutuk kegiatan semacam itu. Wanita yang bekerja sebagai legal suatu instansi itu kemudian mempercayakan rencana keuangan kepada Jouska.
Akhir 2018, Jouska meminta Weni untuk menarik dana idle di reksadana. Dia mempercayakan seluruh dana ke Jouska karena menganggap memiliki pemahaman yang sama.
“Dana itu tadinya saya rencanakan sebagai pensiun nanti dan pendidikan anak. Namun sekarang dana itu tersangkut karena 100 persen ditanamkan di PT Sentral Mitra Informatika Tbk.(LUCK),” katanya kepada Bisnis.
Menurutnya ketika itu, Jouska melalui Amata Investa menggunakan dana miliknya untuk membeli saham LUCK pada level Rp1.700 per saham. Kini saham LUCK terjerembap di level Rp316 per saham. Dengan begitu, Weni menderita kerugian sedalam 81,41 persen.
Weni telah menyewa pengacara untuk menempuh jalur pidana. Menurutnya yang dilakukan oleh Jouska dan Amarta Investa adalah pelanggaran hukum karena keduanya tidak memiliki perizinan dari OJK.
“Saya sudah merelakan dana saya, tapi mereka tetap harus bertanggung jawab karena ini kejahatan. Dari awal segala kontrak sudah cacat hukum karena mereka tidak terdaftar,” tegasnya.
Sementara itu, Agung klien Jouska lainnya juga bernasib sama dengan Weni. Menurutnya setiap keputusan investasi yang diambil oleh perusahaan rintisan itu tidak meminta persetujuan dari klien.
“Semua keputusan investasi dilakukan tanpa persetujuan. Setiap keputusan berdasarkan pertimbangan internal mereka,” ungkapnya.
Sama seperti Weni, Agung mulai menjadi klien pada 2018 ketika Jouska menjadi mercusuar bagi millennial yang awam akan perencanaan keuangan. Dalam perjanjian kontrak, Jouska seharusnya melakukan edukasi setiap 3 bulan.
Namun menurutnya setelah bulan pertama dan bulan ketiga tidak ada lagi edukasi. Oleh sebab itu, Agung menjadi ketergantungan dengan arahan dari para penasehat. Dia mengaku tidak mengerti perihal fundamental investasi.
Di sisi lain, Jouska menempatkan 80 persen dana Agung ke saham LUCK. Di awal, kata Agung, performa saham LUCK memang bagus. Namun setelah pasar merosot, dia menderita kerugian yang sangat dalam.
Menurut pria yang bekerja sebagai IT itu, dana yang dia ditempatkan kini hanya tersisa belasan juta. “Kontrak saya dengan mereka habis tahun ini, tapi saya tidak akan memperpanjangnya lagi,” tutup Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel