Bisnis.com, JAKARTA -- Penertiban dinilai perlu dilakukan terhadap perusahaan rintisan (startup) yang bergerak di bidang konsultan investasi dan penasihat keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dituntut untuk lebih tegas dalam menegakkan aturan terhadap startup di sektor itu.
Belum lama ini, salah satu startup bidang konsultan investasi dan penasihat keuangan, PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska), dipersoalkan beberapa kliennya.
Jouska, menurut pengakuan seorang klien, disebut telah melakukan pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga menimbulkan kerugian.
Padahal, mengutip catatan Bisnis, Jouska mengklaim menerapkan standar yang cukup tinggi dalam merekrut konsultan yang wajib memiliki 5 penguasaan di bidang pasmod, bank, industri keuangan nonbank, serta makroekonomi (moneter dan fiskal).
Permasalahannya, selama ini konsumen startup tekfin cenderung bukan berasal dari kalangan jetset atau korporasi kakap yang sudah memiliki literasi keuangan yang mumpuni. Mereka cenderung berasal dari kalangan middle, milenial, atau eksekutif muda yang mulai melek investasi, tetapi cenderung pasrah sepenuhnya pada pihak konsultan.
Di sisi lain, Jouska sebagai startup yang tidak memiliki izin sebagai manajer investasi (MI), seharusnya juga hanya boleh bertindak sebatas sebagai konsultan keuangan.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Indef Bima Yudhistira mengatakan startup bidang konsultan keuangan memang perlu ditertibkan.
Apalagi, jelasnya, saat ini sudah ada regulasi yang mengatur soal manajemen investasi, mulai dari pedoman, perilaku yang dilarang, hingga laporan kegiatan bulanan manajer investasi.
"Yang kurang adalah penegakan aturan terhadap fintech dari OJK. Kasus seperti Jouska ini harusnya dikasih sanksi yang berat agar ada efek jera bagi pemain lain. Bentuk sanksi [bisa] hingga pencabutan izin fintech yang melanggar aturan," kata Bima kepada Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Menurutnya, masalah yang terjadi di Jouska memberikan citra negatif bagi ekosistem fintech di bidang konsultan investasi dan penasihat keuangan serta menciptakan kekhawatiran, khususnya di kalangan milenial.
Maka dari itu, lanjutnya, OJK harus melakukan investigasi mendalam dan memberikan sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran.
Seluruh proses dan hasil investigasi terhadap fintech yang melanggar harus transparan agar memunculkan kembali kepercayaan konsumen dan calon konsumen.
"Bisa jadi kasus akan berulang dan penyelesaian kasus saat ini lambat. Karena ini mengindikasikan bahwa kemampuan otoritas dalam mendeteksi pelanggaran tidak secepat inovasi yang terjadi di fintech," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel