Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 jelas memaksa PT Permodalan Nasional Madani (Persero) memutar otak lebih keras dalam mencari titik keseimbangan sebagai entitas bisnis serta sekaligus sebagai tangan kanan program pemerintah dalam pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Seperti diketahui, nasabah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini didominasi oleh kalangan pekerja informal, kelas ekonomi menengah ke bawah, dan jelas paling terdampak pandemi Covid-19 beserta kebijakan yang diakibatkannya, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Puncaknya ada pada tekanan pada rasio utang terhadap ekuitas atau debt equity ratio (DER), mencapai lebih dari tujuh kali pada Mei 2020. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa dengan aset Rp23,87 triliun, liabilitas PNM memang telah mencapai Rp20,96 triliun, sementara ekuitas Rp2,91 triliun pada periode tersebut.
Kondisi terdampak pandemi Covid-19 ini pula yang membuat PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan outlook peringkat PNM menjadi 'negatif' pada Mei 2020 dari sebelumnya idA+/stabil pada Oktober 2019.
Pefindo menjelaskan bahwa penurunan ini mencerminkan kekhawatiran atas dampak signifikan dari wabah Covid-19 terhadap portofolio pembiayaan PNM.
Hal ini karena debitur PNM didominasi sektor rumah tangga yang terkena dampak signifikan, menghasilkan volume bisnis yang turun. Apalagi, dengan model bisnis PNM yang mengandalkan kontak tatap muka dan pengumpulan masal.
"PNM akan menghadapi tantangan yang signifikan dalam mempertahankan kegiatan pembiayaan baru dan penagihan dengan beberapa area yang menetapkan kebijakan PSBB dan menahan kegiatan para kolektor. Hal ini dapat mengakibatkan potensi penurunan indikator keuangan PNM terutama profil profitabilitasnya," tulis Pefindo dalam keterangannya.
Namun demikian, Pefindo menilai PNM masih terbilang kuat dalam melunasi kewajibannya. Misalnya, pembayaran Obligasi Berkelanjutan II Tahap 1 Seri A Tahun 2017 yang jatuh tempo pada 12 Juli 2020 sebesar Rp750 miliar.
Dalam pemenuhan kewajiban obligasi yang jatuh tempo ini, PNM melunasinya dengan nilai kas dan setara kas sebesar Rp3,2 triliun, penerimaan piutang pembiayaan sekitar Rp2,3 triliun per bulan dan sisa kelonggaran tarik dari perbankan sebesar Rp2,9 triliun per 31 Maret 2020.
Selain itu, Pefindo pun masih menegaskan peringkat idA+ untuk Medium Term Notes (MTN) XVIII Tahun 2018 Seri A PNM dengan pokok MTN senilai Rp390 miliar yang akan jatuh tempo pada tanggal 27 September 2020.
Perusahaan akan melunasi MTN dengan dana dari kas dan setara kas sebesar Rp3,7 triliun, rata-rata penerimaan angsuran per bulan sebesar Rp1,9 triliun dan kelonggaran tarik perbankan dengan total Rp2 triliun pada akhir Juni 2020.
Suntikan Modal Jadi Kunci
Inilah yang mendasari Direktur Utama PNM Arief Mulyadi berharap besar pada penyertaan modal negara (PMN) pemerintah pada 2020. Teranyar, PNM resmi mengantongi penyertaan modal negara (PMN) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp1 triliun, serta anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat Covid-19 sebesar Rp1,5 triliun.
Arief menjelaskan bahwa lewat suntikan modal ini, PNM mampu mendongkrak pemberian modal kerja terhadap nasabahnya terutama penerima manfaat program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (PNM Mekaar) yang sempat loyo akibat Covid-19.
Di samping itu, kinerja perusahaan pun menjadi lebih sehat. Sehingga ibarat peribahasa, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui.
"Tambahan modal ini memperkuat gearing ratio kita untuk funding. Setelah kita leverage sampai 7,5 kali, target nasabah baru PNM Mekaar dengan plafon pinjaman rata-ratanya Rp3 juta, kita proyeksikan ini bisa menambah pembiayaan paling tidak mencapai 2,5 juta nasabah," ungkapnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Sekadar informasi, gearing ratio merupakan rasio perbandingan antara jumlah pinjaman dengan modal sendiri perusahaan. Regulasi yang berlaku menetapkan gearing ratio perusahaan pembiayaan dibatasi maksimal 10 kali. Contoh, perusahaan bermodal Rp100 miliar dapat memeroleh pinjaman atau utang sebagai sumber pendanaan untuk disalurkan lagi maksimal sebesar 10 kali dari modal atau Rp1 triliun.
Oleh sebab itu, kini PNM bisa lebih percaya diri meraup pendanaan seperti pembiayaan perbankan, penerbitan sukuk, atau melanjutkan Obligasi Berkelanjutan III PNM.
Obligasi Berkelanjutan III PNM dengan target dana Rp6 triliun sampai saat ini baru direalisasikan senilai Rp2 triliun (Tahap I) dan Rp1,35 triliun (Tahap II) pada 2019, berlanjut Rp250 miliar (Tahap III) pada April 2020.
Sementara itu, untuk penyaluran pembiayaan pada esmester II/2020, Arief optimistis dengan strategi ini pihaknya bisa melampaui pencapaiannya pada 2019 di mana jumlah nasabah aktif tercatat 6,04 juta dan realisasi pembiayaan Rp20,18 triliun.
Hal ini tampak dari mulai membaiknya kinerja penyaluran program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (PNM Mekaar) dan Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) semuanya menunjukkan tren positif secara tahunan, bahkan mulai menanjak drastis pada pertengahan Juli 2020.
"Sampai 17 Juli 2020, outstanding ULaMM mencapai Rp6,31 triliun, sementara realisasi penyalurannya Rp740 miliar. PNM Mekaar, outstanding kini Rp10,21 triliun dengan penyalurannya naik pesat Rp8,24 triliun dibandingkan akhir Juni 2020. Artinya, dalam 17 hari saja, penyaluran PNM Mekaar mencapai Rp1,2 triliun," tambahnya.
Sebagai perbandingan, data semester I/2020 atau akhir Juni 2020 untuk ULaMM menunjukkan outstanding mencapai Rp6,25 triliun dengan realisasi mencapai Rp615 miliar. Sementara untuk Mekaar, outstanding pada semester I/2020 mencapai Rp10,01 triliun dengan realisasi mencapai Rp7,07 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel