Bisnis.com, JAKARTA - Implementasi tahap kedua pengembangan ekosistem keuangan berkelanjutan dimulai pada tahun ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan peningkatan daya saing dengan penyusunan insentif, serta pembentukan satuan kerja keuangan berkelanjutan nasional.
Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK Imansyah mengatakan tahap kedua yang dilakukan pada tahun ini hingga 2024 merupakan tahap lanjutan sehingga perlu penyiapan secara lebih komprehensif.
Pihaknya tidak hanya fokus pada sosialisasi, penguatan kapasitas perbankan, atau kajian berdasarkan laporan sementara dari perbankan, tetapi juga mendorong daya saing dengan penyusunan insetif dan penguatan integrasi.
“Kami yakin pengembangan keuangan berkelanjutan ini tidak cukup hanya dengan award atau pelatihan. Kami juga tengah menyusun berbagai insetif baik fiskal maupun non-fiskal. Kami juga menyiapkan organisasi kelembagaan yang terintegrasi untuk membangun platform yang lebih komprehensif,” katanya dalam Webminar LPPI bertema Implementasi Keuangan Berkelanjutan Pasca Pandemi Covid-19, Rabu (22/7/2020).
Adapun, dia memperkirakan insentif yang mungkin diperlukan bank adalah perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) yang lebih longgar bagi pembiayaan ke proyek yang terkait keuangan berkelanjutan.
Dari sisi kelembagaan, OJK bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah menyusun satuan kerja yang guna menetapkan standar dan mengawal implementasi keuangan berkelanjutan.
“Yang jelas, keuangan berkelanjutan ini memiliki segmen investor sendiri yang sudah siap dalam penyuntikan modalnya. Kita tidak boleh absen dan melewatkan kesempatan tersebut,” imbuhnya.
Berdasarkan bahan paparannya, total portofolio kredit hijau perbankan sampai akhir 2019 telah mencapai Rp763 triliun.
Beberapa bank sudah sukses menghimpun dana non konvesional di pasar global adalah PT OCBC NISP Tbk. dengan menerbitkan sustainability bond senilai Rp3,75 triliun, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dengan global sustainability bond senilai US$500 juta.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan langkah OJK sudah tepat pada tahap kedua ini. Apalagi, OJK tetap mengendepankan pendekatan persuasif dengan belum menerapkan sistem sanksi.
“Kalau di luar negeri, sebenarnya lebih agresif dan menerapkan sanksi pasa keuangan berkelanjutan seperti penerapan pada batas minimum penyaluran kredit, yang sanksinya adalah pidana. Namun, di Indonesia masih perlu pendekatan yang lebih smooth di tahap kedua ini," katanya.
Trioksa berpendapat, selain ATMR, OJK juga bisa menerapkan insentif perhitungan tingkat kesehatan bank yang lebih positif untuk bank pelaksana.
“Bagaimana pun bank juga memberi beberapa insentif seperti penerpan bunga kredit yang lebih rendah kepada debitur yang menerapkan prisip berkelanjutan,” katanya.
Di luar itu, insetif fioskal pun perlu diterapkan khsusnya pada industri riil. Dengan demikian, perbankan pun akan lebih terbantu karena sifatnya sebagai intermediator.
“Kalau indsutri riil tertarik, maka otomatis pemintaan pembiayaannya juga akan terdongkrak,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel