Bisnis.com, JAKARTA - Pemberian manfaat asuransi tambahan terhadap risiko Covid-19 dinilai tidak akan membebani industri asuransi, alih-alih hal tersebut dapat menarik masyarakat untuk sadar berasuransi.
Pengamat asuransi dan pendiri Komunitas Penulis Asuransi (Kupasi) Irvan Rahardjo menilai bahwa saat ini banyak perusahaan yang sanggup memberikan manfaat tambahan terkait virus corona. Ada perusahaan yang membuat produk khusus risiko Covid-19, ada pula yang menambahkannya ke seluruh polis.
Menurut Irvan, hal tersebut tidak menjadi beban bagi industri asuransi yang memiliki kemampuan dalam memproteksi masyarakat dari berbagai risiko. Meskipun pandemi dikecualikan dari polis standar, inisiatif perusahaan asuransi untuk memproteksi risiko Covid-19 menjadi sinyal positif bagi industri.
"Hingga saat ini pun belum ada laporan perusahaan asuransi yang menarik diri dalam memberikan manfaat terkait Covid-19, mereka masih melayani nasabahnya, khususnya yang terjangkit oleh Covid-19," ujar Irvan kepada Bisnis, Kamis (23/7/2020).
Dia menjabarkan bahwa meskipun terdapat kemampuan untuk memproteksi risiko dari pandemi, industri asuransi perlu mawas diri dalam menjaga kinerjanya. Menurut Irvan, industri harus fokus dalam menjaga arus kas dan likuiditas aset.
Perusahaan-perusahaan asuransi dinilai perlu melakukan efisiensi dan harus mempercepat penagihan premi. Hal tersebut perlu diutamakan meskipun terdapat perlambatan perolehan premi seiring menurunnya daya beli masyarakat.
"Premi yang bisa ditagih harus segera ditagih, terutama premi korporasi. Memang ada perlambatan kondisi perekonomian, tapi cash harus diutamakan," ujarnya.
Berdasarkan Statistik Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi jiwa membayarkan klaim senilai Rp28,6 triliun hingga Mei 2020. Jumlah tersebut menurun 18,93 persen (year-on-year/yoy) jika dibandingkan dengan pembayaran klaim Rp35,3 triliun per Mei 2019.
Adapun, perolehan premi industri pada Mei 2020 tercatat senilai Rp64 triliun. Seperti halnya klaim, perolehan premi itu pun menurun 12,54 persen (yoy) dibandingkan dengan Rp73,18 triliun pada Mei 2019.
Irvan menilai bahwa kondisi pandemi ini semakin menyadarkan masyarakat akan pentingnya proteksi. Dia menilai bahwa kesadaran dan minat masyarakat untuk memiliki asuransi jiwa dan asuransi kesehatan akan meningkat.
Meskipun begitu, hal tersebut terganjal oleh menurunnya daya beli akibat gangguan perekonomian. Dalam kondisi tersebut, industri asuransi mesti cermat dalam mengoptimalisasi pemasaran digital serta menyusun produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
"[Pandemi] ini jadi dorongan bagi masyarakat untuk sadar asuransi. Willingness ada tapi ability enggak ada, awareness [masyarakat terhadap asuransi] memang meningkat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel