Bisnis.com, JAKARTA - Bank Pembangunan Daerah (BPD) terkendala permodalan dalam mengembangkan layanan digital banking. Meski begitu, bank di daerah masih memiliki ceruk pasar yang menarik di tengah pesatnya perkembangan digital banking.
Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno mengatakan layanan perbankan akan bergeser ke layanan digital banking pada masa mendatang. Untuk itu perlu investasi besar untuk mengembangkan teknologi informasinya.
Hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi bank di daerah yang terbatas pada permodalan, terutama bank di kelompok BUKU I dan II. Supriyatno mengatakan sebanyak 26 BPD memiliki kemampuan permodalan yang berbeda-beda.
Belum lagi, beberapa bank di daerah dibebani dengan kewajiban kepada pemerintah daerah, seperti setoran dividen.
Meski begitu, dia menilai bank di daerah masih memiliki ceruk pasar yang dapat digarap di tengah pesatnya perkembangan digital banking. Supriyatno menyebut sekitar 50 persen nasabah yang tidak mengakses layanan digital banking ada di daerah.
"Ini menarik bahwa SMS banking masih digunakan. Sekitar 50 persen [masyarakat] unbankable ada di daerah. Nice market ini yang harus dipertahankan," katanya dalam diskusi online, Kamis (23/7/2020).
Supriyatno menambahkan penerapan digital banking memerlukan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, dia menyadari penguatan permodalan menjadi penting.
Tanpa penguatan permodalan akan ada keterbatasan dalam mengembangkan layanan digital banking. Saat ini asosiasi bank daerah tengah mencari cara agar investasi dalam pengembangan teknologi bisa lebih rendah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan transaksi melalui layanan bank digital tumbuh pesat, terutama pada masa pandemi Covid-19. Data yang dia rangkum dari bank BUMN misalnya, transaksi layanan mobile banking BNI tumbuh 84,4 persen secara tahunan pada kuartal I/2020.
Demikian pula, BRI mencatatkan pertumbuhan transaksi pada BRImo sebesar 31 persen secara tahunan, terjadi 6 juta transaksi setiap hari dengan nilai transaksi lebih dari Rp482 triliun per Mei 2020.
Seiring dengan perkembangan itu, OJK mendorong perbankan melakukan penguatan permodalan guna mengembangkan teknologi informasinya.
"Karena tanpa penguatan permodalan, kita tidak bisa mengembangkan digital banking. Kalau tidak bisa mengembangkan digital banking, pasti akan ditinggalkan nasabahnya," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel