Wawancara dengan Bos Jouska, dari Investasi Bodong hingga Janji Service Bintang Lima

Bisnis.com,25 Jul 2020, 18:01 WIB
Penulis: Tim Bisnis Indonesia
Chief Executive Officer Jouska Aakar Abyasa Fidzuno./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Nama Aakar Abyasa Fidzuno tengah menjadi topik pembicaraan hangat dalam sepekan terakhir seiring dengan kehebohan PT Jouska Finansial Indonesia, perusahaan yang dia pimpin. Berawal dari keluhan klien soal kejanggalan layanan Jouska di media sosial, perusahaan penasihat keuangan itu kini berhenti beroperasi sementara.

Berdasarkan hasil pertemuanSatgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan manajemen Jouska, perusahaan  itu diduga melanggar tiga regulasi sekaligus. Jouska diduga melanggar Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Informasi & Transaksi Elektronik, dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Kiprah Jouska boleh dibilang membuat decak kagum. Pengikut Jouska mencapai ratusan ribu di media sosial Instagram. Adapun hingga 2018, Jouska tercatat memiliki 2.800 klien.

Kabar mengejutkan datang di awal pekan. Seorang mantan klien mengeluh karena pelayanan Jouska janggal. Salah satu kejanggalan yang diungkap, ada pihak lain yang tanpa sepengetahuan klien melakukan transaksi saham. Lewat pernyataan resmi, Aakar sudah membantah bahwa Jouska memegang kendali rekening invesasi saham milik nasabah.

Tak dinyana, Aakar emiliki tiga perusahaan lain yang terafiliasi dengan Jouska, yaitu PT Amarta Investa Indonesia (AII), PT Amarta Janus Indonesia (AJI) dan PT Mahesa Strategis Indonesia (MSI). Berdasarkan pengakuan klien, kontrak pengelolaan dana diteken dengan Amarta.

Yang juga bikin kaget, Jouska ternyata tidak tardaftar di OJK. Padahal, praktek yang dilakukan Jouska termasuk dalam lingkup kegiatan pasar modal. Kegiatan itu yakni penasihat investasi, yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.

Pada April 2019, Aakar sempat menuturkan panjang lebar soal kiprah Jouska. Tahukan Anda, cerita Jouska bermula Aakar, alumni Universitas Ma Chung bertemu dengan perempuan korban investasi bodong.

Setelah ditelisik, perempuan tadi tidak paham investasi dan tergiur menempatkan dana di instrume invesatsi bodong berkat saran seoarang financial planner. Alih-alih memberikan saran bermanfaat, perencana keuangan tersebut malah memberikan saran berujung mudharat.

Bisnis kembali menyajikan wawancara Aakar pada April 2019 secara utuh. Aakar yang pernah berkarier di Panin Asset Management itu memberikan penutuan kepada Hafiyyan, Deandra Syarizka, dan Fitri Sartina Dewi di Jakarta. Berikut petikan wawancara.

Apa yang membuat Anda tertarik untuk terjun ke bisnis konsultan keuangan?

Jadi, sebelumnya saya praktik sebagai financial advisor itu 100% accident. Saya di pasar modal dari 2007. Kemudian, pada 2010 ada orang merekrut saya untuk menjadi asisten untuk mengurus keuangannya untuk mengurus portofolionya di pasar modal, dan mengurus berbagai hal terkait dengan finance. Profesi itu saya jalani selama hampir 4 tahun. 

Selama 4 tahun itu jumlah klien saya bisa dihitung jari, tetapi rata-rata berasal dari high net worth individual. Karena saya di market A, maka kasusnya lebih kompleks jika dibandingkan kasusnya kelas menengah yang mungkin dialami banyak orang, tetapi dari situlah saya banyak belajar dan menambah jam terbang saya.

Latar belakang pendidikan saya juga memang di finance, yaitu dari Ma Chung University. Saya dulu tinggal di Malang, dan daerah tersebut memang banyak tokoh-tokoh finansial lahir dari sana. Jadi saya ini sudah dicekoki hal-hal berbau finansial ini sudah cukup lama.

Apakah pengalaman itu yang akhirnya mendorong Anda untuk mendirikan Jouska?

Iya, jadi saya terdorong setelah ketemu klien yang bercerai dengan suaminya karena persoalan investasi. Istrinya itu menempatkan uangnya ke investasi bodong. Saya yang hampir tidak pernah berurusan dengan itu, karena di market A kan bicaranya sudah bagaimana dapat kredit bunganya murah, dan bagus, atau bagaimana investasi yang strategis. Jadi sangat berbeda dengan kasusnya kelas menengah.

Waktu itu saya cukup kaget, ada orang diceraikan karena investasi bodong. Kemudian, saya coba kulik kasusnya, dan ternyata ada banyak korbannya. Setelah saya cari tahu, ternyata korbannya itu sebenarnya tidak paham mengenai investasi. Mereka justru mendapatkan saran dari financial planner untuk berinvestasi ke produk itu. 

Jadi, financial planner yang seharusnya memberikan saran terbaik bagi klien justru malah menyesatkan dan merugikan klien tersebut. Hal itu menyadarkan saya bahwa ada gap yang cukup lebar antara kalangan atas dengan kalangan menengah. Dari kasus tersebut juga saya akhirnya terdorong untuk memulai bisnis saya sendiri.

Lantas, kapan Jouska mulai efektif beroperasi?

Jouska ini mulai beroperasi efektif pada 27 Oktober 2015. Namun, sebelumnya saya tidak punya network di Jakarta, maka saya punya asisten untuk menghubungi beberapa financial planner yang sudah terkenal. Jadi pada batch awal itu kita punya 5 penulis buku, dan sudah prominent sebagai financial planner. Waktu mau mulai sekitar 6 bulan pertama, kita harus menentukan produk dan layanan.

Saya juga menemukan kenyataan bahwa dari financial planner yang eksisting dengan yang pernah saya jalani buat market itu ternyata gap-nya jauh. Ketika ditanya hal-hal yang lebih teknis itu banyak yang tidak tahu. 

Kebanyakan financial planner yang praktek itu belum punya lisensi WMI [Wakil Manajer Investasi] dan WPPE [Wakil Perantara Pedagang Efek]. Padahal di industri ini lisensi itu menjadi hal yang mendasar.

Apa hal yang mendasari Jouska akhirnya menjadi perusahaan konsultan keuangan yang berbasis digital?

Pekerjaan advisor itu pekerjaan yang sangat menggoda iman, atau easy money. Sehingga tantangannya adalah bagaimana membuat pekerjaan ini menjadi akuntabel dan auditable. Jadi kenapa kita going digital? bisa dilihat kita punya ruangan khusus server. Bahkan, semua PC [personal computer] itu saling terkoneksi, dan disediakan dari perusahaan. Jadi mengadopsi tidak ada personal chat dengan klien, karena hal itu termasuk pelanggaran.

Kita memang mengerjakan produk advisory ini sebagai produk perusahaan, bukan produk personal. Jadi, prosesnya itu dari hulu hingga ke hilir. Maksudnya, di Jouska itu setiap divisi punya pekerjaan masing-masing, tidak dijalankan secara individual. 

Kalau dulu produk financial advisor ini selalu dijalankan secara individual, dan kesalahan itu terjadi selama bertahun-tahun dan membuat industri ini susah untuk scale up. Jadi kita ini menyebut diri kita sebagai financial advisor yang reinvented, jadi kita reinvented diri kita untuk mengikuti teknologi.

Melalui strategi going digital, apakah setiap proses konsultansi dilakukan secara online?

Sebenarnya semua proses bisa secara online, dan tatap muka tidak harus dilakukan. Misalnya, klien bisa juga melakukan video call. Karena personal financial advisor ini sifatnya template, atau mirip-mirip. Namun, ada 30% klien kita yang sangat costum. Kalau di Jouska di batasi tatap mukanya itu maksimum hanya 10 jam dalam 1 tahun kontrak. Sisanya bisa dilakukan secara online seperti email, atau chat.

Memang permintaan klien ini berbeda-beda, kalau klien yang market A itu kecenderungannya memang harus ada one-on-one.  Kalau klien yang kalangan menengah ini bisa setengahnya melalui online.

Bagaimana Anda melihat potensi pertumbuhan industri ini di Indonesia?

Industri ini bisa dibilang sangat fresh. Kita juga menghitung setelah Jouska naik secara digital itu kita perhatikan muncul brand-brand baru. Dari awal industri finance ini seperti makanan, karena akan tercipta terus sampai kapanpun juga. Jadi kita lihat potensi industri financial advisory ini memang masih seksi sekali.

Bagaimana perkembangan bisnis Jouska sejauh ini?

Dari 2015 hingga 2017 itu sebenarnya hampir 2 tahun pertama kita benar-benar untuk riset, dan building things. Meski kita startup, tetapi kita investasi cukup besar di hal-hal seperti itu. kita punya HRD profesional, sehingga saya tidak perlu terlibat, karena semuanya sudah dijalankan by system. 

Bahkan, di branding strategic pun kita sebagai startup cukup berani untuk merekrut konsultan yang cukup mahal. Berbagai hal itu kita lakukan selama 2 tahun pertama kita beroperasi. Pada 2 tahun pertama kita beroperasi kita punya klien sekitar 800 orang. Namun, kliennya masih didominasi oleh market A.

Adakah rencana untuk lebih menyasar kalangan menengah?

Setelah pakai sosial media, baru banyak bermunculan klien dari kalangan menengah. Pada tahun lalu kita sudah captured 2.800 klien. Kalau tahun ini yang ada waiting list-nya saja sampai Agustus sekitar 2.000 klien. Memang kita sudah bikin roadmap, kalau dalam kurun 1—2 tahun ini kita mau scale up.

Kita juga lihat yang banyak kena kasus investasi bodong itu kan justru kalangan menengah sehingga, Jouska ingin hadir sekali untuk kelas menengah ini. Jadi ibaratnya, kita sediakan layanan dengan harga kaki lima tetapi service bintang lima. Jadi kita berupaya samakan perlakuan kita layaknya seperti melayani market A.

Apa saja rencana ekspansi yang akan dijalankan dalam waktu dekat ini?

Saat ini sudah ada juga investor yang mau masuk untuk mendukung ekspansi cabang Jouska di beberapa kota. Namun, kita masih negosiasi dan belum mengiyakan tawaran tersebut. Pada dasarnya misi Jouska dari awal ialah menggantikan semua profesi pemasar produk keuangan. 

Bisa dilihat di negara maju kita bisa lihat profesi financial advisor bisa menggantikan RM [Relationship Manager] Bank, broker saham, dan agen asuransi itu semuanya bisa di-take out.

Artinya, kehadiran Jouska mengancam keberlangsungan profesi-profesi tersebut?

Sebenarnya tanpa kehadiran Jouska, mereka juga sudah terancam dengan adanya kemajuan teknologi. Itu sudah terjadi, dan tidak bisa dihindari. Sebenarnya bukan posisinya terancam, tetapi kita menyebutnya kayak enhancer dari sisi customer. Jadi ada pelindung untuk customer, karena Jouska berusaha berdiri se-independen mungkin.

Sejak ada Jouska salah satu pencapaian yang ada itu banyak sekali perusahaan asuransi yang sudah mengubah produknya dan teknik pelayanannya. Kalau market-nya tidak diedukasi, dan tidak sadar, maka selama ini kita akan dapat junk product, dan itu berkeliaran banyak sekali. Bisa juga dilihat mutual fund di Indonesia dan di Singapura itu berbeda jauh sekali. Jadi ke financial advisor itu sudah paling aman.

Kota mana saja yang akan disasar untuk cabang Jouska?

Target kita ke depannya sebenarnya bisa hadir di 30 kota. Itu menjadi target kami dalam kurun 5 tahun ke depan. Sebenarnya mengerjakan servisnya Jouska itu gampang, karena semua orang butuh. Misalnya, orang mau apply KPR itu mereka bisa ke Jouska, lalu kita akan komparasi banknya, dan kasih saran mengenai DP [down payment]. 

Termasuk juga kalau orang mau beli asuransi, klien bisa langsung ke Jouska. Istilahnya, dimana ada agensi di situ pasti Jouska menang, karena yang kita jual itu memang diutarakan kebenarannya untuk keuntungan kliennya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini