Bisnis.com, JAKARTA – Upaya penyehatan permodalan Bank Banten masih terus bergulir. Setelah sempat membuka peluang untuk penempatan uang lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pada pekan lalu Bank Banten memasuki babak drama baru.
DPRD Provinsi Banten akhirnya menyetujui rencana pemerintah provinsi Banten yang akan melakukan penambahan modal ke Bank Banten senilai Rp1,55 triliun. Namun, penyuntikan modal ini ibarat sebuah cek kosong, sebab tak ada dana yang benar-benar segar yang akan masuk ke perseroan.
Dana sebesar Rp1,55 triliun tersebut sebenarnya berasal dari dana kas daerah yang masih tertahan di Bank Banten yang rencananya akan dikonversikan sebagai penyertaan modal ke PT Banten Global Development selaku BUMD Pemprov Banten yang juga pemegang saham pengendali perseroan.
Rencana konversi kas daerah menjadi penyertaan modal tersebut akan diakomodir dalam Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang perubahan Perda 5/2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal Saham PT Banten Global Development untuk pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten.
Usulan Gubernur Banten untuk perubahan Perda 5/2013, yang memuat tentang konversi dana kas tertahan menjadi penyertaan modal ke Bank Banten, diputuskan dalam rapat paripurna 21 Juli 2020.
Menurut Juru Bicara Komisi III DPRD Banten Gembong Rudiansah Sumedi, pembahasan Raperda tersebut sudah dilakukan dalam beberapa pertemuan pembahasan, konsultasi dengan para stakeholder dan kementerian terkait sejak 15 Juli 2020.
Ihwal mekanisme konversi kas daerah menjadi penyertaan modal, dinilai tak akan mampu menyelesaikan masalah likuiditas, kredit macet dan minimnya permodalan yang saat ini membelit perseroan. Selain itu, dana pemerintah daerah tersebut juga tidak bisaa diambil karena liabilitasa lebih besar dari aset.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menilai konversi tersebut hanya memindahkan kas daerah sebagai debit ke permodalan yang merupakan liabilitas. Langkah ini berfungsi menjaga kepemilikan saham pemda di Bank Banten.
Dengan demikian, modal Bank Banten akan jadi lebih besar, tapi uang kas menjadi berkurang. Artinya, uang likuid juga berkurang.
Menurut Aviliani, untuk menyelamatkan Bank Banten saat ini yang dibutuhkan adalah dana segar. Hal ini, lanjutnya, dapat diakomodir oleh PP 33/2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan.
Beleid tersebut mengatur, penempatan uang LPS sebesar 30% dari jumlah kekayaan ke bank, dengan penempatan dana pada satu bank paling banyak 2,5%. Aviliani menilai PP ini dapat dimanfaatkan Bank Banten untuk mendapatkan dana segar.
“Kalau memindahkan dana saja, mungkin ini ada kaitannya dengan kepemilikan supaya tidak terjadi delusi,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Senada, Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin mengatakan upaya penyertaan modal oleh Pemprov Banten tidak cukup untuk memulihkan kondisi kesehatan Bank Banten dalam jangka panjang.
Menurutnya, daripada sekadar suntik modal, akan lebih tepat jika langkah merger dengan Bank BJB direalisasikan. Dia memperkirakan perlu dana sedikitnya Rp2 triliun untuk menyehatkan Bank Banten.
Saat ini rekening kas umum daerah (RKUD) yang dimiliki Pemprov Banten dan masih terparkir di Bank BJB juga akan sulit dilakukan proses pemindahan ke Bank Banten. Pasalnya, syarat penempatan dana pemda harus dilakukan pada bank sehat.
“Sampai sekarang OJK belum memutuskan [merger Bank Banten], karena menunggu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk menyehatkan Bank Banten, jika upaya ini tidak optimal menurut saya akan lebih baik jika merger,” katanya kepada Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Dia meyakinkan, langkah merger tersebut tak hanya demi permodalan tapi juga kemampuan Bank Banten untuk memaksimalkan usaha.
Lewat merger, bank dapat bersinergi dari sisi transformasi teknologi, transfer pengetahuan, dan operasional yang lebih baik secara sistem dan sumber daya manusia. Dengan begitu, Bank Banten bisa menjadi bank sehat dan menghasilkan laba dalam jangka panjang.
Apa Kabar Rencana Merger?
Sementara itu, rencana merger Bank Banten dengan BJB masih belum menemui titik terang.
Pemegang saham mayoritas Bank BJB akan tetap berpegangan pada hasil uji tuntas Bank Banten meskipun pihak Pemerintah Provinsi Banten berencana menyuntikkan modal pada bank tersebut.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan proses untuk menolong Bank Banten masih tetap berjalan, di mana uji tuntas saat ini terus dimatangkan oleh jajaran BJB bersama konsultan independen yang ditunjuk.
“[Menolong] Bank itu tidak sederhana, ada kajian [uji tuntas],” katanya.
Menurutnya hasil uji tuntas akan menentukan postur dan kondisi Bank Banten sesungguhnya. Jika Bank Banten disuntik modal hal tersebut bisa menambah performa bank bersangkutan dan berefek positif jika rencana penyelamatan oleh Bank BJB terealisasi.
“[Uji tuntas] Itu akan mengatur berapa harga [beli-nya], mengundang resiko atau tidak? Selama ini proses [uji tuntas] sedang dilakukan,” katanya.
Aadapun, Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan setelah Raperda mengenai penambahan modal disetujui, kini pemprov Banten akan menunggu hasil kajian mengenai penambahan modal yang akan diserahkan ke OJK. Segala upaya penyehatan Bank Banten mengikuti rekomendasi OJK.
“Kita tetap tunggu rekomendasi OJK, ya psatinya kapan, nanti yang penting dari sisi regulasi sudah ada dulu, ketika bertindak kita sudah terlindungi dari regulasi yakni Perda,” sebutnya.
Bank Banten saat ini dibebani dengan adanya peninggalan Bank Pundi berupa kredit macet sebesar Rp3,6 triliun. Wahidin menilai dirinya "ketiban pulung" dari beban kredit macet tersebut.
“Kenapa saya tidak banyak omong? Karena saya mengikuti proses. Dari awal bank ini sengkarut. Dibutuhkan modal Rp3,2 triliun termasuk di dalamnya ada hutang-hutang yang tidak terbayar,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel