Luhut Khawatir Pengolahan Logam Tanah Jarang Diberikan ke China. Kenapa?

Bisnis.com,26 Jul 2020, 04:45 WIB
Penulis: Akbar Evandio
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberikan keynote speaker saat menghadiri Global Research Briefing & Investor Forum di Jakarta, Rabu (15/1/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia masih mencari investor yang sesuai untuk mengolah mineral logam tanah jarang atau rare earth element (REE).

Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Panjaitan menjelaskan bahwa saat ini China menjadi negara dengan produksi rare earth terbanyak di dunia. Investor asal Negeri Tirai Bambu, jelasnya, juga berminat untuk mengolah rare earth di Indonesia.

Namun, Luhut mengatakan pemberian izin kepada investor China dalam pengolahan bakan baku itu akan membuat produksinya didominasi negara tersebut.

"Investor yang paling cepat itu sekarang China. Kalau kita kasih semua ke China, nanti semua mental," jelas dia dalam Webinar bertajuk Investasi di tengah Pandemi, Sabtu, (25/7/2020).

Pemerintah, jelas dia, tengah mencari investor asal Amerika atau negara lain yang dapat mengolah bahan baku tersebut. Kendati begitu, dia mengakui pencarian investor tersebut tak mudak direalisasikan.

"Ini kita juga memang dilematis mengenai rare earth ini," jelas dia

Kementerian ESDM pada 2019 menegaskan mineral logam tanah jarang wajib dikelola di dalam negeri melalui kegiatan pengolahan maupun pemurnian sampai menjadi intermediate product.

Apalagi, pemerintah harus memikirkan cara terbaik guna melindungi kepentingan nasional. Menurutnya, ada perhitungan terkait strategi dan geo politik, serta volume produksi yang akan diberikan kepada investor tersebut.

 "Tidak akan kita berikan semua. Jadi, mencari investor tidak sesederhana yang dilihat orang dan tidak semudah yang dipikirkan."

REE sebagai mineral ikutan yang belum diolah maupun dimurnikan wajib dikelola dengan melakukan pendataan tonase, jenis, dan kadar, serta dilaporkan secara berkala kepada pemerintah.

Pada 2014 lalu, Indonesia memang sempat mengizinkan penjualan pengolahan mineral logam atau konsentrat ke luar negeri berdasarkan PP Nomor 1/2014. Selanjutnya, penjualan konsentrat ke luar negeri diatur kembali pada PP Nomor 1/2017 yang menyatakan produk pengolahan dapat diekspor dalam jumlah tertentu hingga awal 2022.

Beleid tersebut dilengkapi oleh Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 yang menyatakan sebelum dapat dijual ke luar negeri, produk pertambangan mineral wajib terlebih dahulu dilakukan peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan maupun pemurnian sesuai batasan minimum produk hasil pengolahan dan pemurnian mineral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini