IHSG Dibuka Menguat, 142 Saham Hijau

Bisnis.com,28 Jul 2020, 09:02 WIB
Penulis: M. Nurhadi Pratomo & Lorenzo A. Mahardika
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada perdagangan Selasa (28/7/2020).

Pada pukul 09.00 WIB, IHSG dibuka menguat 0,21 persen atau 10,77 poin menjadi 5.127,44. Terpantau 142 saham menguat, 35 saham koreksi, dan 115 saham stagnan.

Pada Senin (27/7/2020), pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 5.116,66 setelah menguat 33,67 poin atau 0,66 persen ke. Adapun sepanjang perdagangan indeks bergerak dalam rentang 5.080,12—5.116,66.

Dari seluruh saham yang diperdagangkan, sebanyak 190 saham menguat sedangkan 2017 melemah, dan 191 lainnya stagnan atau tak beranjak dari posisinya semula.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan IHSG berdasarkan indikator MACD, Stokastik, dan RSI masih menunjukkan sinyal positif. Di sisi lain, terlihat pola bullish harami candlestick pattern.

“Mengindikasikan adanya potensi penguatan lanjutan pergerakan IHSG sehingga berpeluang menuju ke resistance terdekat,” jelasnya.

Sementara itu, Pasar Asia dibuka menguat ditengah pertemuan bulanan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang kemungkinan akan melanjutkan kebijakan dovish.

Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (28/7/2020), indeks Topix Jepang terpantau stagnan dibandingkan perdagangan kemarin. Sementara itu, bursa Australia dibuka di zona hijau setelah indeks S&P/ASX 200 naik 0,5 persen.

Selanjutnya, indeks Kospi Korea Selatan membuka perdagangan hari ini dengan kenaikan 1,29 persen. Sementara itu, indeks berjangka S&P 500 naik 0,2 persen hingga pukul 09.05 waktu Tokyo, Jepang.

Perdagangan hari ini ditopang oleh sikap investor yang memperkirakan Gubernur The Fed, Jerome Powell, akan mempertahankan suku bunga di dekat 0 persen. Hal tersebut terjadi karena pemulihan ekonomi yang berjalan lebih lamban dari perkiraan.

Sementara itu, angka kenaikan kasus positif virus corona di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat seperti California, Arizona, dan Florida menunjukkan tanda perlambatan. Di sisi lain, kenaikan kasus di China, Jerman, dan Spanyol membuat otoritas kesehatan setempat kesulitan.

Selain itu, pemerintah AS terus melanjutkan pembahasan terkait paket stimulus baru. Para senat dari Partai Republikan mengeluarkan rancangan paket senilai US$1 triliun, sementara itu Parta Demokrat sebelumnya telah memperkenalkan rancangan dana sebesar US$3,5 triliun.

Chief Investment Officer Sierra Investment Management Terri Spath mengatakan, di tengah rilis data ekonomi dan outlook pendapatan perusahaan yang buruk, pasar menunjukkan pergerakan yang positif. Kebijakan The Fed yang terus melakukan pencetakan uang dinilai menjadi salah satu faktor utama pergerakan tersebut.

"Tidak adanya data ekonomi yang mendukung diperkirakan akan kembali membuat pasar modal menjadi volatil pada beberapa waktu ke depan," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini