Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan atau multifinance mengaku optimistis, tetapi masih belum bisa berharap banyak pada permintaan pembiayaan alat-alat berat pada periode 2020.
Statistik terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei 2020 pun mencatat bahwa pembiayaan alat berat masih terus melambat sejak awal tahun 2020, bahkan mencapai titik terendah sejak setahun terakhir.
Pembiayaan alat berat hanya berhasil menyentuh angka Rp33,68 triliun pada Maret 2020, tercatat turun 12,3 persen (year-on-year/yoy) dari Maret 2019 sebesar Rp38,41 triliun. Pada tahun ini angka pembiayaan alat berat pun hanya sempat naik mencapai puncaknya pada Maret 2020, yakni Rp36,5 triliun.
Direktur Utama PT Buana Finance Tbk. Yannuar Alin mengamini bahwa tren penurunan permintaan alat berat akibat ketidakpastian perekonomian global yang berlangsung sejak tahun lalu, ditambah pandemi Covid-19, juga ditemui oleh pihaknya.
"Untuk tren pembiayaaan alat berat pastinya menurun. Belum lagi secara umum pada semester I/2020 kami terkoreksi karena dampak Covid-19 dan harus konsentrasi untuk memberikan restruktur ke debitur yang layak mendapatkannya," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (29/7/2020).
Inilah yang membuat multifinance dengan kode emiten BBLD akan memutar otak lebih keras apabila tetap menargetkan penyaluran Rp1 triliun untuk pembiayaan alat berat.
Yannuar pun mengungkap pihaknya akan menggunakan strategi blue ocean atau memanfaatkan pasar yang belum dan tidak dilirik langsung oleh kompetitor. "Sehingga untuk semester II/2020, Buana Finance telah membuat rencana bisnis dan masih optimis kondisi pembiayaan membaik," tambahnya.
Finance Director sekaligus Corporate Secretary PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI Finance) Sudjono mengungkap optimisme serupa.
Kendati secara statistik masih belum tampak akan ada kenaikan, perusahaan dengan kode emiten BFIN ini mengaku masih akan mengupayakan pangsa pembiayaan alat berat karena pembiayaannya kini telah mencapai Rp2,3 triliun atau setidaknya mencapai 14 persen dari portofolio pembiayaan semester I/2020.
"Sementara belum kami set target untuk semester II/2020. Selama memenuhi kriteria, maka akan kami dibiayai, karena trennya dalam 2 bulan ini permintaan pembiayaan alat-alat berat di BFIN sudah mulai membaik," ungkapnya kepada Bisnis.
Sekadar informasi, nilai piutang pembiayaan bersih BFIN tercatat mencapai Rp14,90 triliun, tercatat turun 9,5 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 sebesar Rp16,46 triliun karena terdampak pandemi Covid-19.
Sedikit berbeda, Direktur Sales dan Distribusi PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo bahkan mengaku masih ada secercah harapan buat pangsa pembiayaan alat berat di era new normal selepas pandemi Covid-19.
Pasalnya, selama kuartal I/2020 yang notabene sebelum berlangsung pembatasan sosial masif di beberapa wilayah Tanah Air terdampak pandemi Covid-19, nilai pembiayaan alat berat MTF sempat naik.
"Sejak 2019, kami melakukan capping atau pembatasan 5 persen pembiayaan alat berat dari portofolio MTF. Kalau liat data amount-nya pada awal tahun Januari-April 2020 Rp414 miliar, memang sempat naik tipis 4,5 persen (yoy) dari Januari sampai April 2019, di mana pembiayaan alat berat di MTF Rp396 miliar. Bahkan secara unit naik 31 persen dari 240 unit di 2019 ke 316 unit pada 2020," jelasnya.
Namun demikian, apabila menilik data semesteran, tren pembiayaan alat berat di MTF memang melambat. Oleh sebab itu, di era masa transisi selepas pandemi Covid-19 yang dimulai pada awal semester II/2020 ini, diharapkan permintaan bangkit lagi.
"Sejak Mei 2020 sampai Juli 2020 ini trennya memang turun untuk permintaan pembiayaan alat berat, bahkan masih ada yang minta restrukturisasi. Pembiayaan heavy equipment Januari sampai Juni 2020 Rp485 milliar, turun 14 persen daripada Januari sampai Juni 2019 Rp566 milliar," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel