Bisnis.com, JAKARTA - Penyaluran kredit oleh perbankan kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada kredit produktif. Di sisi lain, kredit konsumtif mengalami kenaikan kendati tidak terlalu besar.
Mengutip data analisis uang beredar yang dirilis Bank Indonesia, Kamis (30/7/2020), penyaluran kredit pada Juni 2020 sebesar Rp5.552,6 triliun atau tumbuh 1% secara year on year (yoy). Pertumbuhan kredit itu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2,4% (yoy).
Perlambatan penyaluran kredit terutama terjadi pada debitur korporasi dari 2,9% (yoy) pada Mei 2020 menjadi 0,7% (yoy) pada Juni 2020, serta debitur perorangan dari 2,2% (yoy) pada Mei 2020 menjadi 2% (yoy) pada Juni 2020.
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan pertumbuhan kredit terutama terjadi pada kredit produktif, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) mengalami penurunan dari 0,1% (yoy) pada Mei 2020 menjadi tumbuh negatif sebesar -2% (yoy). Penurunan terutama terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR).
KMK sektor industri pengolahan menurun, dari 3,7% (yoy) pada Mei 2020 menjadi tumbuh negatif sebesar -0,5% (yoy). Pertumbuhan negatif ini terutama pada kredit industri pesawat terbang dan perlengkapannya, serta perbaikan pesawat terbang khususnya di Jawa Barat dan Banten.
Sementara itu, KMK sektor hotel dan restoran turun lebih dalam, dari -2,8% (yoy) pada Mei menjadi -4,9%, terutama bersumber dari penurunan KMK subsektor perdagangan impor bahan bakar gas, cair, dan padat di DKI Jakarta.
Kredit investasi (KI) juga tercatat melambat, dari 6,7% (yoy) menjadi 5,2% (yoy) pada Juni 2020 terutama pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta sektor hotel dan restoran.
KI sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan melambat, dari 2,6% (yoy) menjadi 0,7% (yoy) pada Juni 2020. Perlambatan ini terutama pada kredit yang disalurkan untuk subsektor jasa pertanian, perkebunan dan peternakan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Utara.
Sementara itu, KI kepada sektor PHR pada Juni 2020 mengalami kontraksi sebesar -0,6% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya meningkat 0,4% (yoy), khususnya pada subsektor perdagangan makanan, minuman dan tembakau di DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi (KK) pada Juni 2020 mengalami sedikit peningkatan, dari 2,3% (yoy) pada bulan Mei menjadi 2,4% (yoy), disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan kredit multiguna.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. memproyeksi pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja baru akan terlihat pada kuartal III/2020. Direktur Bisnis Korporasi BNI Benny Yoslim menilai penyaluran kredit modal kerja menjadi yang paling awal terdampak pandemi Covid-19. Pasalnya, industri manufaktur dan jasa langsung terpukul ketika pembatasan sosial skala besar (PSBB) dilakukan.
Kondisi tersebut berbeda dengan kredit investasi yang cenderung masih bertumbuh karena sejumlah daerah ada yang tidak menerapkan PSBB. Hanya saja, kredit investasi di kota-kota besar jelas terhenti.
BNI pun memproyeksikan kredit modal kerja akan tumbuh stagnan hingga akhir tahun ini dengan kemungkinan pertumbuhan akan berada di bawah 5%. Meskipun pada kuartal III/2020, BNI mulai menggenjot penyaluran kredit dari program pemulihan ekonomi nasional. Emiten bersandi BBNI ini mendapatkan Rp5 triliun dari total penempatan dana Rp30 triliun untuk Bank BUMN.
"Kami prioritaskan ke kredit modal kerja, kami mulai salurkan awal Juli 2020, makanya data Mei 2020 penyaluran kredit modal kerja secara industri rendah. Karena kami baru salurkan Juli 2020, kemungkinan dampaknya baru trlihat setelah itu," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan industri perbankan, khususnya bank-bank besar sudah menyampaikan revisi rencana bisnis bank (RBB).
Dari revisi tersebut, proyeksi pertumbuhan kredit industri perbankan pada 2020 direvisi dari 9,85% menjadi 2,14% secara yoy. Sementara, proyeksi pertumbuhan DPK direvisi dari 9,57% direvisi turun ke bawah menjadi 5,28% secara yoy. Adapun, pertumbuhan aset sebesar 8,35% sebelum revisi menjadi 3,98% setelah revisi.
"Kalau kita lihat sebenarnya BUKU IV lebih banyak melakukan revisi. Karena memang restrukturisasi kredit itu banyak dihadapi oleh bank BUKU IV, terutama bank Himbara. Sehingga mereka merevisi kreditnya agak sedikit dalam ke bawah," katanya dalam diskusi online, Kamis (30/7/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel