Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan reasuransi yang berfungsi menjadi penjamin perusahaan asuransi di Tanah Air diingatkan untuk meningkatkan kapasitasnya guna menjaga industri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa pada dasarnya, kapasitas risiko dari enam perusahaan reasuransi yang ada saat ini di dalam negeri relatif cukup untuk menampung berbagai risiko industri asuransi.
Meskipun begitu, Dody menilai bahwa pengembangan kapasitas reasuransi tetap butuh dilakukan guna mendorong ekosistem industri asuransi dan reasuransi dalam negeri. Hal itu pun dapat berpengaruh terhadap kualitas bisnisnya.
"Kapasitas risiko akan terus meningkat karena [pandemi] risiko juga bertambah. Bahkan, untuk risiko-risiko baru belum tentu reasuradur mengambil share yang besar," ujar Dody kepada Bisnis, Minggu (2/8/2020).
Menurutnya, fungsi dari reasuransi di antaranya adalah untuk meningkatkan kapasitas risiko dan tingkat kepercayaan diri industri asuransi. Selain itu, reasuransi pun dapat menjaga solvabilitas dari asuransi. Atau dengan kata lain, perusahan asuransi dapat menjual sebagian risiko yang dimiliki kepada re asuransi. Perusahaan asuransi hanya menahan risiko dari nasabah sesuai kapasitas modal yang dimiliki
Doddy menjelaskan meskipun kapasitasnya mencukupi, penempatan retrosesi ke luar negeri tetap dilakukan sebagai bagian dari manajemen risiko. Retrosesi merupakan cara reasuransi membagi risiko. Mereka membeli lagi produk dari perusahaan reasuransi lain di luar negeri.
Meskipun begitu, Doddy mengharapkan industri dapat memaksimalkan kapasitas di dalam negeri terlebih dahulu sebelum 'menyebrang' ke luar negeri.
"Jika masih ada kapasitas risiko di perusahaan reasuransi dalam negeri, maksudnya jika selama ini masih belum memaksimalkan kapasitasnya, maka ada baiknya menjenuhkan penempatan risiko di dalam negeri," ujar Dody.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur penyebaran risiko itu dalam Peraturan OJK (POJK) 39/2020 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri. Melalui beleid itu, pemerintah mendorong pelaku asuransi untuk mengoptimalkan reasuransi dalam negeri.
Misalnya, pada Pasal 7 POJK tersebut, otoritas mewajibkan perusahaan asuransi untuk memperoleh dukungan reasuransi 100 persen dari reasuradur dalam negeri untuk pertanggungan dengan risiko sederhana. Adapun, pertanggungan berisiko sederhana setelah 30 Juni 2020 diwajibkan berreasuransi lokal hingga 50 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel