Bagaimana Dunia Seni Bertahan di Tengah Pandemi?

Bisnis.com,03 Agt 2020, 05:06 WIB
Penulis: Mia Chitra Dinisari
Lakon Mahabarata bertitel Asmara Raja Dewa. Foto: akun facebook Teater Koma

Berkumpulnya seniman untuk menyiasati pandemi tidak hanya terjadi berdasarkan basis kewilayahan, namun dapat juga berupa kerjasama sektor seni dalam skala nasional, bahkan internasional. 

Amelia Hapsari, Program Director In-Docs dan anggota Koalisi Seni berpendapat bahwa aturan mengenai pembuatan dokumenter melalui protokol pemerintah yang termaktub dalam Protokol Produksi Audiovisual dengan Lokasi Tidak Terkontrol sudah cukup rinci. 

Meski demikian, ia sendiri selama ini sudah berpegang pada dokumen asesmen risiko pembuatan film dokumenter yang diluncurkan oleh Sundance Institute. Panduan ini tidak mengatur teknis pembuatan film dokumenter yang aman layaknya protokol Kemendikbud dan Kemenparekraf, melainkan memberi sejumlah poin yang perlu diperhatikan pembuat film dokumenter ketika produksi: apakah mereka siap dengan skenario terburuk, seperti terjadinya lockdown wilayah dan kru terpaksa menetap di lokasi produksi melampaui jadwal yang direncanakan? Sanggupkah para kru melampaui isolasi mandiri selama 14 hari sebelum dan setelah produksi, tanpa bertemu dengan keluarga dan orang-orang terdekat mereka?

Secara luas, panduan Sundance Institute memberi tiga pertanyaan kunci yang perlu dipikirkan oleh pembuat film dokumenter. Pertama, apakah film dokumenter ini benar-benar harus diproduksi selama pandemi? Apakah isu yang hendak diangkat dalam film ini begitu mendesak dan melayani kepentingan publik (public interest) sehingga produksi tetap harus dilakukan, kendati semua risiko yang ada?

Kedua, sebesar apa risiko dari produksi film bagi kru, keluarga mereka, hingga subjek dokumenter tersebut? Sebagai contoh, masyarakat adat—terutama yang selama ini memiliki kontak terbatas dengan orang-orang lain—memiliki risiko lebih tinggi dalam pandemi karena sistem imun yang belum kebal terhadap berbagai penyakit dan akses fasilitas kesehatan yang seringkali tidak memadai. Hal inilah yang membuat sejumlah masyarakat adat, seperti Komunitas Adat Enggros di Abepura, Papua, menutup akses ke Wilayah Adat mereka.

Ketiga, bagaimana cara untuk mengorganisir produksi agar berlangsung seaman mungkin? Hal ini meliputi pertimbangan mengenai masyarakat di lokasi produksi—akankah kehadiran kru dipandang sebagai hal yang mengancam keselamatan mereka?—hingga anjuran-anjuran untuk sebisa mungkin mengambil gambar di luar ruangan tertutup, menjaga jarak ketika wawancara dengan narasumber, serta membawa kru seminimal mungkin.

Pendekatan Sundance Institute ini memberi gambaran yang lebih luas ketimbang protokol yang mengatur panduan teknis. Pertama, panduan untuk menilai risiko penyelenggaraan kegiatan seni sejatinya menunjukkan bahwa tidak ada protokol yang dapat seratus persen menjamin keamanan dalam melakukan aktivitas seni. Kesadaran ini, lebih jauh lagi, menuntut sektor-sektor yang berbeda dalam kesenian untuk melakukan refleksi lebih dalam akan cara mengoptimalisasikan manfaat mereka bagi masyarakat, serta meninjau kembali praktik-praktik yang sudah saatnya diubah. Menurut Amelia, salah satu isu mendesak yang mengemuka di kalangan komunitas dokumenter internasional adalah menyebarluaskan kemampuan membuat dokumenter agar tidak hanya dimiliki orang-orang tertentu; bahwa praktik mendatangi negara atau wilayah yang berbeda untuk menceritakan kisah masyarakat yang berbeda bukan hal yang seharusnya dapat diterima lagi.

Pertimbangan-pertimbangan mengenai dimensi etika dan substansi ini tidak termaktub dalam protokol pemerintah, yang memang hanya mengatur hal-hal teknis. Ini tentu bukan berarti bahwa protokol pemerintah merupakan hal yang buruk.

Namun, penerapan protokol perlu disesuaikan dengan berbagai tantangan spesifik dalam sektor kesenian dan wilayah yang berbeda. Pemerintah daerah perlu diajak berdialog memikirkan siasat bersama, termasuk mengenai cara produksi karya yang paling minim risiko tapi tetap menjadi wadah bagi ekspresi banyak orang. Saat semua pihak ikut serta urun beban, masa pandemi semoga jadi sedikit lebih tertahankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini