Pedoman Lengkap Memahami Perbedaan Masalah Jiwasraya dan AJB Bumiputera

Bisnis.com,04 Agt 2020, 06:31 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Meneg BUMN Erick Thohir (tengah) bersama Wakil Menteri Kartika Wirjoatmajo (kedua kanan) dan Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko (kedua kiri) saat mengikuti rapat kerja Panja Jiwasraya bersama komisi VI di Gedung Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020). Dalam raker tersebut Panja meminta Kementerian BUMN segera membayarkan polis asuransi nasabah yang dimulai pada bulan Maret 2020.ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Selaku perusahaan pelat merah, Jiwasraya bertanggung jawab kepada pemerintah melalui Kementerian BUMN. Pemerintah memiliki wewenang untuk turut menentukan jajaran direksi dan kebijakan perseroan.

Kementerian Keuangan pun turut menjadi pemangku kepentingan bagi Jiwasraya. Kemelut kondisi keuangan perseroan menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp16,7 triliun, sehingga hal tersebut turut menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan.

Selain itu, seiring bergulirnya penyelidikan kasus tindak pindana korupsi di tubuh Jiwasraya, kini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) turut 'masuk' ke Jiwasraya.

Selaku lembaga jasa keuangan, Jiwasraya dan Bumiputera diawasi dan bertanggung jawab untuk melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keduanya termasuk ke dalam bidang industri keuangan non bank (IKNB).

Sementara itu, karena bukan merupakan BUMN, Bumiputera dapat dikatakan tidak memiliki tanggung jawab kepada pemerintah. Perseroan sepenuhnya bertanggung jawab kepada para pemegang polis alias pemegang saham.

Direksi dan komisaris Bumiputera bertanggung jawab kepada RUA yang merupakan representasi seluruh pemegang polis. Para anggota BPA atau peserta RUA merupakan perwakilan dari 11 daerah pemilihan (dapil), tetapi kini hanya 5 anggota yang aktif.

Pengamat asuransi dan Mantan Komisaris Bumiputera Irvan Rahardjo menilai bahwa bentuk usaha mutual ini menimbulkan paradoks tersendiri. Bumiputera tidak bisa 'meminta bantuan' kepada pemerintah karena bukan merupakan BUMN, tetapi pemerintah tetap harus menyelamatkan perusahaan tersebut.

Selain itu, Irvan menilai bahwa seperti halnya perusahaan pada umumnya, pemegang saham harus bertanggung jawab terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menyuntikkan modal. Namun, dalam kasus Bumiputera, pemegang polis justru menjadi pihak yang kehilangan uang sehingga penyuntikkan modal menjadi tidak masuk akal.

"Bentuk setor paling mungkin ya bukan menambah uang, tetapi tidak menebus polis. Paradoksnya di situ," ujar Irvan kepada bisnis.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini