Bisnis.com, JAKARTA -- Peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) surat berharga tahun ini diperkirakan terbatas karena perbankan lebih cenderung memilih untuk melakukan pembelian SBN di kala volatilitas perekonomian masih tinggi.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menyebutkan tak banyak perusahaan yang menerbitkan surat berharga tahun ini. Perbankan pun mulai banyak beralih ke aset yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah.
"Ke depannya, peningkatan CKPN surat berharga ini diperkirakan akan lebih terbatas," katanya, Selasa (4/8/2020).
Dia memaparkan kenaikan CKPN surat berharga cukup signifikan sejak bulan Maret senilai Rp2,63 triliun cenderung didorong oleh proyeksi bank terhadap kondisi kinerja keuangan penerbit surat berharga korporasi yang terkena dampak dari pandemi.
Proyeksi negatif sektor perbankan kepada penerbit surat berharga korporasi tersebut didasari pula dengan adanya dampak ekonomi pandemi pada akhir bulan Februari higga Maret tahun ini, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor ke China.
Selain itu, sepanjang bulan Maret 2020 perusahaan pemeringkat nasional menurunkan rating dari beberapa korporasi di beberapa sektor yang berpotensi mengalami pelemahan akibat imbas penyebaran virus corona serta pelemahan nilai tukar rupiah.
Terkait dengan penurunan nilai wajar surat berharga yang juga tercatat meningkat sejak bulan Maret 2020, dia berpendapat hal tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan sebagian bank yang masih melakukan marked to market dari portofolio obligasi korporasi yang dimiliki bank tersebut.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset surat berharga bank umum per April 2020 tercatat senilai Rp3,5 triliun atau tertinggi sejak 2016.
Sebagai informasi, pengukuran nilai wajar surat berharga perbankan diatus dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 68. Otoritas pengawas pun telah mengeluarkan panduan penyusunan laporan keuangan terutama dalam pandemi virus corona tahun ini.
Perbankan diberikan keleluasaan dalam menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk SUN dan surat-surat berharga lain yang diterbitkan Pemerintah termasuk surat berharga Bank Indonesia selama enam bulan.
Selama masa penundaan, perbankan dapat menggunakan harga kuotasian tanggal 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga tersebut.
Selain itu, bank juga berhak menunda penilaian yang mengacu pada harga pasar (mark to market) untuk surat-surat berharga lain selama enam bulan sepanjang meyakini kinerja penerbit surat-surat berharga tersebut dinilai baik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Apabila dianggap kinerja penerbit surat berharga itu tidak atau kurang baik, maka bank dapat melakukan penilaian berdasarkan model sendiri dengan menggunakan berbagai asumsi, antara lain suku bunga, credit spread, risiko kredit penerbit dan sebagainya.
Akan tetapi, bank tetap perlu melakukan pengungkapan yang menjelaskan perbedaan perlakukan akuntansi yang mengacu pada panduan OJK dengan standar akuntansi sebagaimana dipersyaratkan PSAK 68.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel