PDB Indonesia Minus 5,3 Persen, Investor Saham dan Obligasi Tetap Percaya Diri

Bisnis.com,05 Agt 2020, 17:17 WIB
Penulis: M. Nurhadi Pratomo
Pengunjung melintas di dekat papan layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (22/6/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com,JAKARTA— Pasar saham dan obligasi Indonesia tetap kokoh meski laporan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 menunjukkan kontraksi. Pelaku pasar telah beranjak untuk menanti pemulihan secara bertahap paruh kedua tahun ini.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat 1,03 persen ke level 5.127,05 pada akhir sesi Rabu (5/8/2020). Sebanyak 241 saham menguat, 173 saham terkoreksi, dan 282 saham stagnan.

IHSG sempat menyentuh zona merah jelang rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 pukul 11:00 WIB. Akan tetapi, pergerakan berhasil rebound dan berlanjut melenggang di zona hijau sepanjang sesi kedua dengan level support 5.059,089 dan resistance 5.127,051.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 terkontraksi sebesar 5,32 persen year on year (yoy) dibandingkan dengan 5,07 persen pada periode sama tahun lalu. Kontraksi terbesar sejak kuartal II/1998 sebesar -7,8 persen.

Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya mengatakan kontraksi produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II/2020 masih dalam rentang ekspektasi para ekonom. Menurutnya, investor saham melihat kondisi ke depan.

“IHSG mulai memfaktorkan pemulihan gradual sejak kuartal III/2020 PDB karena PSBB mulai direlaksasi sejak tengah Juni,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (5/8/2020).

Di sisi lain, harga obligasi pemerintah di pasar sekunder juga terpantau menguat pada sesi Rabu (5/8/2020). Hal itu tercermin dari penurunan yield atau imbal hasil sejumlah seri acuan. Data Bloomberg menunjukkan, imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun Indonesia parkir di level 6,79 persen pada Rabu (5/782020) pukul 14:42 WIB. Posisi itu turun dari 6,813 persen pada akhir sesi Selasa (4/8/2020).

Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.

Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2020 masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Salah satunya dari Singapura yang terkontraksi hingga dua digit.

Pada saat bersamaan, lanjut dia, ada laporan McKinsey yang menyebutkan pemulihan ekonomi Indonesia akan menjadi yang tercepat di Asean. Dengan demikian, risiko perekonomian Indonesia dipandang lebih rendah.

“Dengan inflasi ataupun deflasi yang terjadi di Juli, begitu juga didorong rupiah yang stabil, serta diikuti CDS [credit default swap] yang turun, real yield Indonesia terlihat sangat baik dibandingkan dengan negara lain ataupun dengan peringkat yang sama,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini