BPS: Angkutan Udara Anjlok 80,23 Persen pada Kuartal II/2020

Bisnis.com,05 Agt 2020, 12:37 WIB
Penulis: Maria Elena
Suasana sepi terlihat di Terminal IA Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun ini.

Ekonomi Indonesia terkontraksi -5,32 persen secara year on year (yoy). Adapun, dibandingkan dengan kuartal I/2020, ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar -4,19 persen.

Berdasarkan lapangan usaha, sektor yang tercatat mengalami penurunan paling dalam adalah sektor transportasi pergudangan, yaitu turun hingga 30,84 persen yoy. Sektor yang turun paling besar adalah angkutan udara, yang terkontraksi sebesar 80,23 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan transportasi terdampak luar biasa karena imbauan untuk bekerja dan belajar dari rumah untuk memutus rantai penularan Covid-19 dan tidak adanya mudik pada liburan Idulfitri tahun ini.

"Adanya imbauan WFH [work from home] sebagai salah satu langkah pencegahan berdampak besar pada sektor ini, kemudian tidak ada mudik. Moda yang paling terpukul angkutan udaha, kontraksi 80,23 persen kemudian diikuti angkutan rel 63,75 persen," katanya, Rabu (5/8/2020).

Meski demikian, seiring dengan adanya relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beberapa indikator, salah satunya transportasi sudah mulai megalami perbaikan, yang tercermin dari peningkatan transportasi udara internasional dan domestik pada Juni 2020.

Transportasi udara internasional dari Mei ke Juni tercatat sudah naik 54,7 persen, sementara transportasi udara domestik naik 791,38 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Selama Juni setelah adanya relaksasi PSBB sudah ada denyut ekonomi. Kita semua berharap triwulan III/2020 geliat ekonomi akan bagus dan pertumbuhan ekonomi akan bagus," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini