Penerapan Protokol Kesehatan Pariwisata Sedot Dana Besar

Bisnis.com,06 Agt 2020, 20:21 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Implementasi physical distancing yang dilakukan Lion Air Group terhadap penumpang pesawat./Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah perlu memberi dukungan dana bagi keberlangsungan industri pariwisata demi menjamin protokol kesehatan dapat terlaksana tanpa harus membebani konsumen.

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengemukakan bahwa protokol kesehatan yang menjadi kunci dalam meminimalkan penyebaran Covid-19 berpotensi dilanggar di industri pariwisata karena pelaksanaannya kerap menelan biaya operasional yang besar.

Dalam beberapa kasus, dia menjelaskan pelaksanaan operasional di bawah protokol kesehatan justru menyedot dana yang besar dibandingkan dengan pemasukan dari penjualan jasa.

“Kalau pariwisata dibuka siapa yang menjamin protokol dilaksanakan? Pemberi layanan tidak bisa terus-menerus memberi diskon bagi konsumen ketika biaya protokol kesehatannya lebih mahal dari tiket,” ujar Azril saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).

Dia memberi contoh pada kasus tak dipatuhinya batas kapasitas pada moda transportasi umum. Belum lama ini, ujarnya, maskapai Lion Air terbukti mengangkut penumpang di atas batas kapasitas 70 persen sebagaimana diatur oleh Kementerian Perhubungan.

Hal ini dikonfirmasi oleh Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro belum lama ini. Dalam pernyataan resminya, Danang menjelaskan bahwa penerbangan Lion Air bernomor JT-635 pada Senin (3/8/2020) dengan layanan Bandara Fatmawati Soekarno (Bengkulu) ke Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) mengangkut 203 penumpang. Pesawat yang dipakai bertipe Boeing 737-900ER dengan kapasitas 215 kursi kelas ekonomi. Artinya, tingkat isian dalam penerbangan tersebut mencapai 94 persen.

Oleh karena itu, lanjut Azril, pemerintah disebutnya perlu menyediakan subsidi demi menjamin ketentuan jaga jarak tetap berjalan. Jika kasus dalam transportasi umum terulang, bukan tak mungkin sektor pariwisata dapat menciptakan klaster penyebaran baru.

 Oleh sebab itu, ujarnya, yang perlu menjadi perhatian adalah sensitivitas harga yang naik akan memengaruhi kemampuan daya beli masyarakat. Terlebih daya beli tengah terkontraksi.

“Demi menjamin daya beli tetap ada dan protokol demi keamanan berjalan, pemerintah harus siapkan subsidi untuk industri sehingga biaya tambahan tak dibebankan ke konsumen,” kata Azril.

Biaya tambahan dalam protokol kesehatan sendiri disebutnya juga mencakup sertifikasi bagi pelaku usaha di sektor pariwisata.

Guna menciptakan rasa percaya konsumen, pemandu wisata, pengelola akomodasi, dan destinasi wisata harus terkualifikasi dalam menjalankan ketentuan sesuai dengan protokol. Hal ini berjalan seiring dengan bergesernya preferensi berwisata masyarakat di tengah pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Zufrizal
Terkini