Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi yang melanda global saat ini dinilai memiliki dua sisi pengaruh bagi asuransi nasional.
Krisis saat ini berbeda dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya. Hal ini disebabkan pandemi Covid-19 tidak hanya menekan ekonomi, tetapi juga mengancam kesehatan dan jiwa masyarakat.
Kondisi itu lah yang menyebabkan pandemi Covid-19 membawa dua sisi pengaruh bagi sektor asuransi.
Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler A. Marpaung menjelaskan terdapat kenaikan permintaan asuransi di beberapa produk, seperti asuransi kesehatan dan jiwa karena masyarakat ingin melindungi diri dari pandemi.
Meskipun begitu, pada sisi lainnya, daya beli masyarakat tertekan sehingga menjauhi kebutuhan tersier terlebih dahulu. Asuransi pun pada umumnya dipandang sebagai kebutuhan tersier.
Kapler menilai bahwa memang terdapat peraturan perundangan yang menempatkan asuransi sebagai kebutuhan primer, tetapi hal tersebut tidak begitu memengaruhi persepsi masyarakat terhadap proteksi.
"Tapi menurut saya kenaikan permintaan asuransi tersebut, tidak bisa mengimbangi penurunannya secara umum," ujarnya, Kamis (6/8/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,3 persen pada kuartal II/2020 tidak dipungkiri turut berdampak ke industri asuransi.
Kapler menjelaskan bahwa berdasarkan teori ekonomi dan ekonomi asuransi, permintaan asuransi (demand of insurance) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya yakni pertumbuhan ekonomi.
Tumbuhnya perekonomian akan turut meningkatkan permintaan asuransi. Menurut Kapler, hal tersebut karena objek asuransi sebenarnya berupa risiko atas semua aset/kepentingan, baik barang, jasa, dan manusia, yang menggerakkan ekonomi.
Kondisi perekonomian yang saat ini melemah berdampak terhadap operasional dunia usaha, baik menjadi menurun atau bahkan terhenti. Kondisi tersebut membuat risiko turut menurun, sehingga permintaan terhadap asuransi menjadi loyo.
"Belum lagi kemampuan keuangan perusahaan atau rumah tangga dan negara juga turun. Dalam pengamatan saya, selama ini kalau masyarakat atau korporasi daya belinya turun dan harus melakukan efisiensi, biasanya biaya asuransi itu salah satu yang dicoba di-cut," jelasnya.
Dia menjabarkan bahwa jumlah pemegang polis di Indonesia baru sekitar 20 persen dari jumlah penduduk. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola pikir berasuransi dan penetrasi asuransi masih rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel