Penjaminan Kredit UMKM dan Korporasi Sudah Bergulir. Simak 5 Perbedaannya

Bisnis.com,07 Agt 2020, 16:51 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah telah memberi sinyal untuk membangkitkan kembali aktivitas ekonomi, salah satunya dengan mendorong penyaluran kredit. Tidak hanya dengan menggelontorkan penempatan uang negara, penjaminan kredit modal kerja pun diberikan agar pelaku usaha mampu bangkit kembali.

Awalnya, sektor UMKM menjadi fokus pemerintah dalam memberikan penjaminan kredit modal kerja (KMK). Pada akhir Juli lalu, sektor korporasi padat karya juga mendapatkan fasilitas yang sama. Cakupan usaha menyebabkan kebutuhan dana tambahan dan bentuk penjaminan kredit yang diberikan untuk menggerakkan kembali usaha pada dua sektor tersebut jauh berbeda.

Pertama, dari segi nilai penjaminan, sektor korporasi mendapatkan penjaminan yang lebih besar daripada UMKM. Pemerintah akan menjamin total kredit yang disalurkan perbankan ke korporasi padat karya hingga Rp100 triliun. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp10 miliar sampai dengan Rp1 triliun.

Sementara itu nilai penjaminan kredit pada sektor UMKM yang diberikan pemerintah yakni sebesar Rp5 triliun. Pemerintah akan membayar penjaminan kredit UMKM yang meminjam sampai dengan Rp10 miliar.

Kedua, lembaga penjamin yang ditunjuk. Pada sektor korporasi padat karya, pemerintah menunjuk Lembaga Pembiayan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII). LPEI tidak hanya menjamin korporasi yang melakukan export-oriented tetapi juga industri substitusi impor. PII yang tadinya hanya menjamin infrastruktur juga dilakukan redesain untuk menjadi second layer dari guarantee atau loss limit.

Pada UMKM, pemerintah menunjuk PT Askrindo dan PT Jamkrindo untuk melakukan penjaminan. Kedua perusahaan ini diberikan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp6 triliun sehingga diharapkan memiliki modal untuk menutup risiko tersebut.

Ketiga, dari sisi ketentuan penerima penjaminan. Fasilitas penjaminan KMK korporasi ditujukan kepada pelaku usaha yang usahanya berorientasi ekspor dan atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan. Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Sementara itu, untuk UMKM, penerimanya dapat berbentuk usaha perseorangan, koperasi, ataupun badan usaha. Pelaku usaha tidak masuk dalam daftar hitam nasional dengan plafon pinjaman maksimal Rp10 miliar. UMKM tersebut juga harus memiliki performing loan lancar dengan kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2.

Keempat, mengenai tujuan penjaminan. Pada UMKM, pemberian penjaminan diharapkan dapat meningkatkan minat perbankan dalam menyalurkan pinjaman. Selain itu, UMKM menjadi prioritas utama dalam pemulihan ekonomi karena dinilai merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.

Penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya dilakukan melalui penyediaan fasilitas penjaminan sehingga perbankan dapat menambah exposure kredit modal kerja kepada pelaku usaha. Program ini bertujuan untuk menunjang kebutuhan korporasi padat karya atas tambahan KMK agar dapat kembali melakukan aktivitas secara maksimal selama masa pandemi sehingga diharapkan dapat menghindari aksi PHK.

Terakhir, mengenai skema penjaminan. Pada penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan diberikan sebesar 60% dari kredit, tetapi untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80% dari kredit. Sektor prioritas tersebut yakni pariwisata, otomotif, TPT dan alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, maupun produk kertas.

Pemerintah menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100% atas KMK sampai dengan Rp300 miliar dan 50% untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp 1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp100 triliun.

Sementara itu, untuk UMKM, penerima jaminan adalah bank umum. Besaran plafon pinjaman untuk masing-masing penerima jaminan ditetapkan sesuai dengan nilai penjaminan yang dapat diberikan oleh PT Jamkrindo atau PT Askrindo. Penerima jaminan menanggung minimal 20% dari risiko pinjaman modal kerja yang disalurkan ke UMKM yang bertindak selaku terjamin.

Dalam pelaksanaannya, Jamkrindo dan Askrindo akan bekerja sama dengan penerima jaminan yakni bank umum yang menyalurkan kredit ke UMKM. Pelaku UMKM yang memenuhi syarat terjamin akan mengajukan kredit ke penerima jaminan. Ketika ketentuan pemberian kredit telah disepakati, Jamkrindo dan Askrindo akan menerbitkan sertifikat penjaminan kepada bank umum tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini