Bisnis.com, JAKARTA - Tren merger dan akuisisi di sektor perbankan dalam negeri oleh investor asing semakin ramai.
Berdasarkan riset Morgan Stanley yang dirilis Kamis (5/8/2020), merger dan akuisisi dalam industri perbankan Indonesia telah menjadi lebih aktif dengan akuisisi senilai US$7 miliar, yang terjadi sejak 2019, atau US$4,7 miliar per tahun.
Nilai itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2013 hingga 2018 dengan akuisisi senilai US$0,6 miliar per tahun. Bank asing pun mendominasi akuisisi pada 2019-2020 dengan 99 persen saham berdasarkan nilai.
Morgan Stanley meyakini hal ini dapat mempercepat konsolidasi dan meningkatkan efisiensi, manajemen risiko, dan dukungan permodalan yang mendorong penetapan ulang struktural.
"Dalam jangka pendek, hal ini akan mengurangi risiko layanan nasional bagi bank BUMN," demikian yang tertulis dalam laporan Morgan Stanley.
Peningkatan aksi merger dan akuisisi perbankan Tanah Air dinilai terdorong oleh regulator yang lebih akomodatif dengan kebijakan relaksasi permodalan dan minat tinggi dari investor asing.
Relaksasi terkini dari 40 persen saham, yang biasanya melibatkan merger tambahan setelah akuisisi, semestinya mempercepat konsolidasi sistem perbankan.
Morgan Stanley menilai partisipasi bank asing yang lebih tinggi dapat meningkatkan efisiensi di sistem perbankan, melalui peningkatan kompetisi domestik untuk diimplementasikan pada anak perusahaan Indonesia.
Rasio biaya atau aset bank di Indonesia sebesar 3,3 persen pada 2019 perlu ditingkatkan. Walaupun menurut Morgan Stanley, rasio ini lebih tinggi dibandingkan dengan bank Jepang dan Korea, yang sebesar 0,7 persen dan 1,1 persen.
Begitu pula bank asing dapat menanamkan praktik manajemen risiko yang lebih baik sehingga menginspirasi peer bank di Indonesia. "Akusisi bank asing bisa mendorong penguatan basis modal dan likuiditas perbankan di Indonesia karena pengakuisisi asing umumnya merupakan bank yang paling solid di negara asalnya."
Selain itu, Bank BUMN dinilai cenderung tidak harus mendukung bank yang lebih kecil karena arah kebijakan regulator dalam jangka pendek untuk membantu bank-bank kecil semakin jelas berkat keterlibatan investor asing.
Dengan demikian, kekhawatiran pasar akan beban yang harus ditanggung bank-bank BUMN untuk mendukung bank kecil bisa mereda.
Dalam jangka panjang, bank yang lebih besar harus berupaya meningkatkan kapasitas untuk menghadapi persaingan lebih ketat dan juga untuk mengadopsi inisiatif digital, yang diperkirakan dapat menurunkan rasio biaya atau aset dari 3,4 persen pada 2020 menjadi 3,1 persen pada 2025 untuk bank-bank di dunia.
"Kami juga menurunkan asumsi discount rate bagi bank berdasarkan dengan mempertimbangkan kondisi risiko pasar dan layanan nasional yang lebih rendah. Lebih lanjut, target harga meningkat menjadi 10-20 persen. Penerima utama dari manfaat dalam hal ini adalah Bank Mandiri, BRI, dan BNI," jelas Morgan Stanley.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel