Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk menyederhanakan program pemempatan dana pada bank peserta atau bank jangkar dan digantikan dengan skema bank mitra melalui PMK 104/PMK.05/2020.
Beleid baru tersebut merupakan penyempurnaan PMK 64/PMK.05/2020 tentang Penempatan Dana dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan PMK 70/PMK.05/2020 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan penerbitan beleid baru PMK 104/PMK.05/2020 merupakan simplifikasi kedua aturan ini.
Jika pada PMK 64/2020 bank peserta dapat menyalurkan likuiditas kepada bank pelaksana restrukturisasi kredit dengan menggunakan dana pemerintah, melalui PMK 104/2020 sesama perbankan juga bisa mengakses likuiditas dari bank mitra.
"Sebenarnya bukan tidak efektif, namun disimplifikasi dengan PMK 104/2020, sehingga bank umum mitra tetap dapat menyalurkan kredit kepada bank/lembaga keuangan lain secara b-to-b [bussiness to bussiness] sesuai skema bisnis perbankan," katanya kepada Bisnis, Minggu malam (9/8/2020).
Ubaidi juga menjelaskan pada PMK 70/2020, penempatan dana kepada bank umum merupakan bagian dari cash management dan menggunakan kelebihan kas berdasarkan PP 39/2007 mengenai pengelolaan uang negara.
Sedangkan berdasarkan PMK 104/2020, penempatan dana ke bank umum merupakan bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai dengan PP 43/2020 mengenai perubahan PP 23/2020, dan menggunakan sumber dana penerbitan surat berharga negara (SBN) Non Public Goods dengan skema burden sharing dari Bank Indonesia.
"Skema pada penempatan dana pada PMK 104/2020 sebagian besar masih sama dengan PMK 70/2020," katanya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai kebijakan ini memang dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi, namun tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan penanganan Covid-19.
Menurutnya, beberapa sektor sudah mulai menunjukkan pemulihan. Di sisi lain, ada juga sektor yang membutuhkan pemulihan yang lebih lama, misalnya sektor pariwisata, perdagangan, dan properti.
Sehingga, penyaluran kredit oleh perbankan pun dinilai harus sangat selektif, hanya ke sektor-sektor yang memang bisa mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
"Kalau misalnya mengucurkan likuiditas tapi sektor tersebut belum pulih, meski dikasih suntikan likuiditas pada akhirnya akan terganggu lagi jika penanganan penyakitnya belum tuntas," katanya kepada Bisnis, Minggu (9/8/2020).
David beranggapan, sektor-sektor yang bisa menjadi prioritas untuk penyaluran kredit ini misalnya sektor konstruksi dan infrastruktur.
"Contoh, diberikan kredit untuk 1 tahun kedepan, seperti pariwisata, untuk lifeline dan survive mungkin bisa tapi untuk mendorong agak sulit karena cashflow dan revenue-nya belum meningkat," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel