Bisnis.com, JAKARTA — Hasil audit laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi acuan penyusunan program restrukturisasi polis dan roadmap penyehatan perusahaan. Kondisi keuangan audited pun dapat menjadi acuan bagi pemegang saham.
Proses audit laporan keuangan Jiwasraya tahun buku 2018 dan 2019 tercatat baru rampung pada Mei 2020. Berdasarkan hasil audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Kanaka Puradiredja, Suhartono, laporan kedua tahun itu memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Farid Azhar Nasution menjelaskan bahwa adanya opini WTP bagi laporan keuangan membuat perseroan akan semakin mudah untuk melihat kondisinya sendiri.
Menurutnya, laporan audited itu pun dapat menjadi acuan dalam proses restrukturisasi polis yang sedang disiapkan Jiwasraya bersama pemerintah. Farid memberikan analogi bahwa audit itu seperti proses penilaian sebuah rumah yang hendak dicari nilainya.
"Misalnya seseorang punya bangunan di tengah hutan di Jawa, dia mengakui nilai rumah itu Rp10, ternyata [setelah diaudit] nilainya misalnya hanya Rp1 juta, tapi itu bisa kalau kayunya, batunya dijual satu-satu, bisa jadi Rp2 juta. Seperti itu gambaran hasil audit terhadap restrukturisasi [polis]," ujar Farid kepada Bisnis, Kamis (12/8/2020).
Dia menilai bahwa dengan laporan keuangan yang sudah wajar dan sesuai standar akuntansi, pemegang saham akan lebih mudah untuk menentukan strategi penyehatan Jiwasraya. Selain itu, pihak perseroan pun akan lebih mudah dalam menyusun peta jalan (roadmap) penyehatan dan pembayaran klaim.
Selain itu, menurut Farid, proses audit itu pun membuat kinerja keuangan Jiwasraya semakin jelas terlihat. Berdasarkan hasil audit tersebut, pada 2019 Jiwasraya membubuhkan catatan merah pada berbagai indikator bisnis, meskipun terdapat sejumlah perbaikan.
Pada 2019, Jiwasraya membukukan kerugian setelah pajak Rp4,11 triliun, turun 79,16 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan kerugian 2018 sebesar Rp19,73 triliun. Menurut Farid, penurunan itu terjadi karena berbagai efisiensi dan optimalisasi bisnis.
"Di beban usaha kelihatan, bahwa beban pegawai kami sudah sangat berkurang, beban pemasaran pun dikurangi dengan mengurangi komisi, meskipun memang ada beban usaha lainnya yakni untuk konsultan," ujarnya.
Pada tahun lalu pun Jiwasraya masih mencatatkan premi senilai Rp3,08 triliun atau anjlok 70,74 persen (yoy) dari perolehan 2018 senilai Rp10,5 triliun. Selain itu, pada 2019 Jiwasraya memiliki beban klaim Rp14,8 triliun, turun 35,9 persen (yoy) dari beban klaim 2018 senilai Rp23,2 triliun.
Meskipun berbagai kinerja bisnisnya anjlok, pada 2019 satu-satunya perusahaan asuransi jiwa pelat merah itu mencatatkan kerugian hasil investasi Rp869,1 miliar. Jumlah tersebut turun drastis 94,74 persen (yoy) dari posisi 2018 dengan kerugian investasi Rp16,51 triliun.
"Ada upaya optimalisasi investasi. Saham masih di bawah [belum dioptimalisasi] karena ada permintaan dari penegak hukum [Badan Pemeriksa Keuangan], belum bisa diapa-apain. Sekarang kami menempatkan investasi di deposito untuk menjaga arus kas, makanya jumlahnya [kerugian investasi] turun jauh," ujar Farid.
Selain penurunan kerugian investasi, total nilai investasi Jiwasraya juga mengalami penurunan. Pada 2019, total aset investasi perseroan mencapai Rp14,9 triliun atau turun 24,02 persen (yoy) dari 2018 senilai Rp19,83 triliun.
Alhasil, pada 2019 Jiwasraya membukukan total aset Rp18,15 triliun, turun hingga 21,24 persen (yoy) dari catatan 2018 senilai Rp23,04 triliun. Dalam kondisi itu, Jiwasraya mencatatkan risk based capital (RBC) negatif 1.866 persen.
Menurut Farid, Jiwasraya mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa perusahaan asuransi yang memiliki RBC di bawah 120 persen arus menyiapkan rencana penyehatan keuangan (RPK). Perseroan kini berupaya menerapkan skema penyehatan versi ketiga yang telah disetujui pemegang saham, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Versi pertama sudah kami sampaikan, tapi karena ada perubahan asumsi dan skema disusun RPK kedua, yang ada new co [Nusantara Life] sudah disetujui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Yang ketiga seperti yang Pak Wakil Menteri [BUMN Kartika Wirjoatmodjo] sampaikan, melalui restrukturisasi polis," ujar Farid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel